Home Milenial Mahasiswa Mancanegara di Yogyakarta, Betah karena Keramahan Warga dan Kulinernya

Mahasiswa Mancanegara di Yogyakarta, Betah karena Keramahan Warga dan Kulinernya

Yogyakarta, Gatra.com – Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar ternyata tak hanya disinggahi oleh pelajar dari berbagai daerah di Indonesia. Banyak mahasiswa negara lain juga menimba ilmu di kota ini. Selain pendidikan, budaya di Yogyakarta sering kali membuat para pelajar mancanegara betah di kota ini.

Aliona Ramanieka, salah satu mahasiswa mancanegara di Yogyakarta, mengatakan sangat senang dapat berkuliah di Yogyakarta. Mahasiswa asal Belarusia ini memilih Unversitas Atmajaya sebagai tempatnya menimba ilmu.

“Saya senang di sini. Di kampus dan di banyak tempat orang-orangnya ramah. Mereka tidak menghakimi gaya berpakaian saya maupun segala perbedaan yang saya miliki. Kadang cuma harga makanan yang agak berbeda, tapi saya bisa atasi itu dengan bilang: harga lokal ya!” tutur Aliona diiringi tawa saat ditemui Gatra.com, di sebuah kafe di pusat Kota Yogyakarta, Jumat (10/5).

Aliona salah satu dari sekitar 50 mahasiswa mancanegara yang mengikuti program Darmasiswa tahun 2018-2019 di Yogyakarta. 

Darmasiswa merupakan beasiswa yang disediakan oleh pemerintah Republik Indonesia untuk mahasiswa dari negara-negara yang memiliki kerjasama diplomatik dengan RI. Untuk angkatan ini, sekitar 650 mahasiswa mancanegara diberi kebebasan untuk memilih 45 universitas yang tersebar di Nusantara. Mereka akan mempelajari bahasa Indonesia, kesenian, musik, dan kerajinan tangan lokal.

Program ini bermula pada 1974 dengan mahasiswa terbatas dari negara-negara ASEAN. Namun sejak 1976 peserta meluas hingga Australia, Kanada, Perancis, Meksiko, Jerman, Hongaria, Jepang, Belanda, Norwegia, Polandia, Swedia dan Amerika Serikat. Memasuki 1990, Darmasiswa menerima mahasiswa dari negara yang memilikki hubungan diplomatik dengan Indonesia hingga 75 negara, tak terkecuali Belarusia, negeri asal Aliona.

Mempelajari bahasa dan kebudayaan Indoneia bagi Aliona merupakan tantangan baru. Sebab, kata dia, Indonesia dan Belarusia memiliki corak alam dan kultur yang sangat berbeda. Datang ke Indonesia sejak September 2019 lalu, Aliona menuturkan bahwa ia sudah betah tinggal di kota ini.

Selain belajar bahasa dan budaya Indonesia di kampusnya, Aliona menyempatkan diri berkunjung ke beberapa tempat wisata dan kota-kota lain di Indonesia. Menurut Aliona, aktivitas ini bisa mendalami kultur Indonesia secara langsung.

“Saya telah megunjungi hampir semua tempat wisata terkenal di Jawa Timur, Bali, dan tentunya Jogja. Saya senang naik motor jadi banyak temat itu saya jelajahi dengan motor,” ucap Aliona.

Ia juga sempat ingin pergi ke Sulawesi namun ia terkendala biaya yang mahal. Di Yogyakarta, ia bercerita pernah ke pantai-pantai di Gunungkidul dan Bantul seperti Pantai Goa Cemara. “Untuk wisata pantai saya lebih suka di Karimun Jawa (Jawa Tengah). Di sana kita bisa berenang,” ungkap Aliona.

Beberapa destinasi wisata di Sleman dan Kulonprogo juga juga pernah ia singgahi, misalnya air terjun Kedung Pedut. Namun dari semua tempat, ia paling terkesan dengan destinasi di tengah kota, yaitu pemandian raja Taman Sari dan perkampungan perajin perak Kota Gede.

“Di Kota Gede atau di Taman Sari saya suka arsitektur bangunan dan suasananya,” kata dia. Dia bahkan berencana menjadikan kerajinana perak khas Kota Gede sebagai salah satu oleh-oleh saat pulang ke Belarusia, sekitar Juli nanti.

Selain Aliona, Oleg Kaesh juga menikmati kuliahnya di Universitas Gadjah Mada. Mahasiswa asal Rusia ini datang sejak delapan bulan lalu. Ia menyukai bentang alam dan budaya Indonesia. Selama di Indonesia, ia berkunjung ke banyak tempat, bahkan sampai ke Sulawesi.

Oleg menjelaskan, ia datang ke Indonesia karena ingin belajar bahasa Indonesia. “Bagi saya bahasa Indonesia itu unik sekali. Saya tertarik mempelajarinya. Jadi saya putuskan mengikuti salah satu program beasiswa dan memilih UGM sebagai tempat saya belajar,” ucapnya dengan bahasa Indonesia yang fasih.

Oleg juga merasa betah tinggal di kota pelajar ini. Ia senang tinggal di sini karena penduduknya ramah dan biaya hidup terjangkau. “Dulu saya pernah ke Jakarta, dan di sana biaya sehari-hari lebih mahal daripada di Moscow," ujarnya.

Oleg dan Aliona juga suka dengan masakan Indonesia. Aliona spontan menyebut soto dan gado-gado sebagai makanan favoritnya selama di kota gudeg ini. Ia menggemari wisata kuliner, terutama masakan khas suatu daerah yang belum pernah ia coba sebelumnya.

“Suatu waktu saya pernah diajak salah satu teman ke sebuah pedesaan yang saya lupa namanya. Di sana saya disuguhi makanan yang sangat enak, setelah saya cari tahu itu namanya lodeh,” kata Aliona.

Oleg memilih ayam geprek sebagai makanan favoritnya. Walaupun menurutnya soto juga sangat enak. “Makanan di sini banyak menggunakan rempah-rempah. Jadi sangat kaya rasanya. Di Rusia kebanyakan makanan hanya menggunakan garam dan merica. Hambar,” ujar Oleg.

Dari sekian banyak kota yang mereka kunjungi di Indonesia, keduanya merasa Yogyakarta paling beda. Menurut mereka, orang-orang Jogja terbuka pada pendatang.

Sentimen terhadap mahasiswa asing jarang ditemui. “Di Bali misalnya, saya tetap merasa datang sebagai turis. Tapi di sini, di Jogja, saya merasa disambut dengan sangat hangat,” pungkas Aliona.

Reporter: Thovan Sugandi

 

 

7119