Home Politik Pengakuan Masyarakat Hukum dan Hutan Adatnya Terganjal Perda

Pengakuan Masyarakat Hukum dan Hutan Adatnya Terganjal Perda

Laguboti, Gatra.com - Mandeknya SK pengakuan hutan adat masyarakat hukum adat sebagian besar disebabkan belum adanya Peraturan Daerah (Perda). Hal tersebut menjadi kendala utama program percepatan pengakuan masyarakat hukum dan hutan adatnya.

Direktur Penanganan Konflik dan Tenurial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Muhammad Said mengatakan bahwa Perda merupakan syarat utama. Tanpa itu, pihaknya tidak bisa berkerja terutama untuk memferivikasi.

Baca Juga: Pengurusan Pengakuan dan Perlindungan Hutan/Tanah Adat Gampang

Said menambahkan bahwa dari 2016-2019 pemerintah pusat baru mengeluarkan 50 SK pengakuan hutan adat di Indonesia. Antara lain, 2016 sebanyak 9 SK dengan luas 7.950 Ha. Tahun 2017 sebanyak 9 SK dengan luas 3.341 Ha. 2018 sebanyak 16 SK, dengan luas 6.032 Ha. Dan tahun 2019 sebanyak 16 SK, dengan luas 4.870.

"Kita mendorong pemerintah kabupaten/kota dan DPRD agar segera menerbitkan Perda," kata Said di hari kedua Focus Grup Discussion yang digelar Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) wilayah Sumatera, di Laguboti, Kamis (16/5).

Baca Juga: Masyarakat Hukum Adat Minta Hutan Adatnya Dikembalikan

Menanggapi itu, Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Delima Silalahi, yang juga menjadi narasumber FGD, justru melihat sebaliknya. Delima berharap KLHK menunjukkan progres. Kalau masyarakat yang didesak, masyarakat sudah lelah. Apalagi mereka juga harus berkonflik dengan sejumlah perusahaan pencaplok hutan adat. Masyarakat hukum adat justru berharap pemerintah pusat mendesak Pemkab agar segera mengeluarkan Perda.

“Ada tiga pekerjaan rumah pemerintah yang harus dilakukan segera. Yakni, mendorong Pemkab aktif menerbitkan Perda yang butuhkan. Mengawasi dan mengendalikan korporasi. Dan yang ketiga memastikan dirinya yang secara internal solit, sehingga tidak muncul sikap yang berbeda, antar instanasi terhadap masyarakat adat dan korporasi,” jelasnya.

Baca Juga: Balai PSKL Wilayah Sumut Gelar FGD

Hal sama juga disampaikan Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat Sumatera Utara (Bakumsu) Manambus Pasaribu. "Negara ini milik siapa. Mengapa pemerintah tidak mau mengeluarkan Perda. Apakah masyarakat hukum adat tidak diakui. Padahal putusan MK No 35 tahun 2012 sudah mengakui legitimasi masyarakat hukum adat dan hutan adatnya. Mohon ada desakan untuk itu," kata Manambus.

Reporter : Baringin Lumban Gaol

1096