Home Teknologi Pakar UGM Nilai Kabupaten Ini Paling Tepat Jadi Lokasi Ibu Kota Baru

Pakar UGM Nilai Kabupaten Ini Paling Tepat Jadi Lokasi Ibu Kota Baru

Yogyakarta, Gatra.com – Presiden Joko Widodo menimang tiga provinsi di Pulau Kalimantan sebagai lokasi ibu kota baru. Namun, secara spesifik, kabupaten mana yang dianggap paling tepat?

Pengajar geografi pembangunan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Luthfi Muta’ali menunjukkan wilayah paling cocok sebagai ibu kota baru Indonesia berdasarkan sejumlah analisis, saat dihubungi Gatra.com, di Yogyakarta, Minggu (19/5).

Sesuai tinjauan geopolitik, posisi Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur relatif lebih seimbang karena ketiganya ingin dijadikan ibu kota baru. Namun Kalimantan Tengah dianggap kurang tepat karena wilayahnya tertutup dan didominasi gambut.

“Masyarakat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan relatif lebih terbuka dan heterogen dibandingkan Kalimantan Tengah. Keduanya juga memiliki sejarah panjang dengan wilayah luar dengan daya terima cukup besar, di samping konflik sosial juga relatif rendah,” tutur Luthfi.

Untuk menilai keduanya, ia menjelaskan, analisis harus diturunkan pada skala menengah yaitu tingkat kabupaten. Apalagi tidak semua kabupaten di dua provinsi tersebut memiliki kelayakan menjadi calon ibu kota.

“Penggunaan unit kabupaten ini dianggap cukup mampu menyediakan lahan yang diperlukan untuk calon ibu kota,” ujar pengajar di Departemen Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM.

Menurutnya, penilai utamanya adalah posisi geostrategis dan geoekonomi, mengingat kondisi geopolitik dan geoekologinya relatif sama. Pertimbangan geostrategis dan geoekonomi berpusat pada posisi wilayah terhadap Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II.

AKLI adalah poros dan koridor yang menghubungkan pusat ekonomi Indonesia (Jawa) dengan wilayah-wilayah lain di Nusantara bahkan ke laut internasional.

“Dengan demikian, saya akan keluarkan kabupaten-kabupaten di dua provinsi tersebut yang tidak berhadapan dengan jalur laut ALKI II. Konsekuensinya, pilihan kian menyempit pada kabupaten tertentu, yaitu Kota Baru di Kalimantan Selatan dan Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara, Balikpapan, dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.

Setelah disaring dengan berbagai instrumen dan metode dalam ilmu geografi, menurut Luthfi, pilihannya tinggal Kabupaten Kota Baru, Kabupaten Paser, dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Luthfi menyebut riset bertajuk “Tinjauan Geografis Wilayah Potensial Ibukota Negara Indonesia”. Riset ini karya Anugerah Sahamony, mahasiswanya di S2 Geografi UGM pada 2018.

Penelitian ini menyimpulkan, analisis pada ketersediaan lahan dan air serta potensi ancaman bencana mencuatkan Kabupaten Praser di Provinsi Kalimantan Timur sebagai daerah yang paling ideal menjadi lokasi pembangunan komponen pusat pemerintahan nasional atau ibukota negara Indonesia yang baru.

“Kabupaten Paser memiliki potensi lahan dan air yang terbaik, namun dari aspek aksesibilitas relatif rendah dikarenakan jauh dari pusat pertumbuhan khususnya Balikpapan dan Samarinda,” ujarnya.

Menurut Luthfi, kunjungan Presiden Jokowi ke Balikpapan,pekan lalu, lebih dilatarbelakangi oleh pertimbangan akses dan kemudahan dalam jangkauan calon ibu kota negara.

Secara ekonomi, menurut Luthfi, pilihan di seputar Balikpapan akan lebih memudahkan dan efisien. Hal ini karena tidak perlu pengembangan infrastruktur wilayah pendukung, seperti jalan, bandara, dan pelabuhan yang memerlukan biaya sangat tinggi.

“Spot titik tinjauan Presiden Jokowi ke Bukit Soeharto menjadi indikasi awal tentang pertimbangan efisiensi ekonomi dalam penentuan lokasi,” ujarnya.

Namun, dari sisi lingkungan hidup, Bukit Soeharto termasuk kawasan lindung yang secara hukum tidak boleh dikonversi ke peruntukan lain. Puluhan tahun bukit soeharto berada dalam konflik lokal yang berkepanjangan antara perlindungan dan pengembangan.

Luthfi menengarai jika pertimbangannya bukan hanya efisiensi ekonomi, ketersediaan infrastruktur, dan pusat pertumbuhan, melainkan juga perkembangan wilayah, alternatif lokasi ibu kota bisa di Paser Penajam Utara (PPU).

Pertimbangannya, Luthfi menjelaskan, PPU bukan pusat pertumbuhan sebagaimana Balikpapan, sehingga akan menciptakan pusat pertumbuhan Baru dengan keleluasaan pengembangan yang lebih luas,.

“Suplai lahan dan air relatif juga lebih bagus dibandingkan dengan Balikpapan dan sekitarnya, dengan memiliki hinterland dan hulu DAS yang lebih baik,” kata dia.

Alasan lain, PPU relatif dekat dengan Balikpapan atau Samarinda sebagai pusat pertumbuhan lama sehingga, jika dikembangkan hinterland atau kawasan belakang pusat ekonomi baru telah memiliki pasar yang besar.

“Semua lokasi alternatif pada akhirnya akan ditapis dengan efisiensi pembiayaan, biasanya lokasi yang paling efisien pembiayaannyalah yang akan terpilih,” kata Luthfi.

 

1595