Home Milenial Belajar Toleransi dari Film Pelajar Purbalingga

Belajar Toleransi dari Film Pelajar Purbalingga

Purbalingga, Gatra.com - Sikap toleransi yang terusik oleh sejumlah konflik di Indonesia menyentuh perasaan pelajar SMAN 2 Purbalingga. Lewat kelompok Brankas Film, Teater Brankas (ekstrakulikuler SMAN 2) bersama Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga menggarap sebuah film pendek fiksi bertajuk "Tepa Selira".

Sutradara film "Tepa Selira", Nazahah Kusnun Khotimah, menuturkan, pengambilan gambar film bergenre anak-anak ini dikerjakan di tiga lokasi berbeda, yaitu Desa Slinga Kecamatan Kaligondang, Kelurahan Wirasana Kecamatan Purbalingga, dan Desa Dawuhan, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Proses syuting film tersebut rampung pada Senin (17/6).

"Bagi kami, memproduksi film anak-anak merupakan tantangan tersendiri karena harus lebih ekstra dalam menghadapi pemain. Terlebih isi cerita tentang toleransi yang bagi kami sebenarnya cukup berat tetapi menarik untuk diungkapkan," kata pelajar kelas XII ini. Selasa (18/6).

Film tersebut mengisahkan tiga orang sahabat yang memiliki latar belakang kepercayaan yang berbeda. Amir beragama Islam, Kusno penganut kepercayaan, sementara Ayong memeluk agama Konghucu.

Suatu ketika, Ayong diperintah ibunya untuk mencari buah lamtorogung (petai cina). Buah itu hendak diracik menjadi jamu buat engkongnya. Kedua sahabatnya, Amir dan Kusno, turut membantu.

Dalam perjalanan, terdengar suara azan Asar dari sebuah musala. Ayong pun mengingatkan Amir untuk salat. Saat itu Amir tidak membawa sarung. Kusno yang sehari-hari mengenakan kain jarit pun segera meminjamkan.

Di kebun orang milik orang tua Amir yang terdapat pohon lamtorogung mereka melewati sawah milik orang tua Kusno. Amir melihat sosok jubah putih yang sedang merusak sesajen. Mereka pun berlarian mengejar orang tak dikenal itu.

Nicholas Jason Sugiarto yang berperan sebagai Ayong mengaku sempat mengalami kesulitan saat bermain peran. Untungnya, kru produksi tetap sabar dalam melatih.

"Setiap hari saya memakai bahasa Indonesia, jadi sempat kesulitan saat membaca skenario yang menggunakan bahasa Banyumasan," ujar siswa kelas V Sekolah Dasar Pius Purbalingga.

Menurut produser pelaksana, Sekar Arum Pamularsi, film itu diharapkan dapat mewarnai dunia perfilman Indonesia di tengah lesunya produksi film anak-anak. Oleh karena itu, dia berusaha mengejar waktu produksi yang sempat terpotong libur Lebaran.

"Sekolah kami juga mendukung sehingga anggaran produksi turun tepat waktu," kata siswi kelas XI ini.

 

392

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR