Home Milenial Melihat Karya Seni Era 4.0 di Lustrum ke-7 ISI Yogyakarta

Melihat Karya Seni Era 4.0 di Lustrum ke-7 ISI Yogyakarta

Bantul, Gatra.com - Galeri R.J. Katamsi di kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dipenuhi karya 135 alumni dan mahasiswa kampus itu yang mengikuti pameran “Seni Rupa di Era Revolusi Industri 4.0”, Senin (24/6). Pameran ini bagian rangkaian Dies Natalis ke-35 atau Lustrum ke-7 ISI Yogyakarta.

Ketika memasuki ruang pameran, pengunjung disambut patung RJ. Katamsi warna perunggu setinggi dua meter. Wujud tokoh seni rupa Indonesia sekaligus pendiri Akademi Seni Rupa Indonesia, cikal bakal ISI, ini dihadirkan kembali oleh perupa Wahyu Santoso, salah satu alumni ISI. 

Karya alumni dan dosen memang ditampilkan di lantai 1, sedangkan karya mahasiswa ditempatkan di lantai 2 dan 3. Sejumlah karya berupaya menafsirkan era revolusi industri dan mengontraskannya dengan ikon-ikon yang bersifat tradisional.

Seniman Indieguerillas, contohnya, dengan karya ‘Taman Budaya: The Dakon’. Indieguerillas menggabungkan dua rangka sepeda yang saling berhadapan, lalu menempatkan dakon dalam sekotak kaca. Kotak kaca itu bertuliskan erase memories atau hapus kenangan.

Baca Juga: Pendidikan Seni Dapat Tangkal Radikalisme

Di ujung lantai 1, terdapat rangkaian mekanis dengan gagang yang dapat diputar di tengahnya untuk menggerakkan seluruh bagian rangkaian tersebut. Uniknya, karya ‘final fate machine’ yang digagas seniman Rudi Hendriatno ini bukan tercipta dari besi seperti layaknya mesin, tapi dari kayu.

Di area pameran di lantai kedua dan ketiga, berbagai karya ditampilkan dari bidang seni murni, desain interior, desain komunikasi visual, desain program, tata kelola seni, dan kriya.

“Potensi karya yang bisa tampil sangat banyak, sehingga menjadi tantangan tersendiri untuk menampilkan karya dengan memaksimalkan ruangan yang tersedia,” ujar seniman Bambang 'Toko' Witjaksono, salah satu kurator pameran ini.

Menurut Bambang, pembagian karya ini untuk melihat pencapaian mahasiswa dan alumni ISI. “Pembagian itu memperlihatkan perkembangan karya-karya mahasiswa hingga saat ini dan menjadi perbandingan karya pada tahun-tahun lalu dan lustrum sebelumnya,” ujarnya.

Karya mahasiswa dipilih lima terbaik. Antara lain 'Skin To Ocean’ milik Dini Nur Aghnia dari seni murni, ‘Legenda Lawang Bledeg’ karya Bustanul Khoiri dari desain komunikasi visual, dan ‘Cinta Bahari Indonesia’ dari Agung Suhartanto dari kriya.

Selain itu ada, karya  ‘Golden Cucumber’ milik Dona Yuliani dari bidang fesyen batik, dan ‘Ekologi Collaborative Space’ milik Felicia Anjar Buana dari desain interior.

‘Skin To Ocean’ karya Dini Nur Aghnia berupa bulatan tanah liat warna-warni yang menempel di sehampar kanvas 120x120 meter. Bulatan itu seakan tersusun tidak beraturan, tapi Dini merangkainya sehingga tampak wujud pantai.

Baca Juga: Memori Dua Seniman di Pameran 'To Remember'

Ketua Panitia Pameran I Gede Arya Sucitra mengapresiasi kerja keras untuk mempersembahkan pameran ini. Menurutnya, pameran ini terlaksana atas kerjasama tiga pilar ISI yaitu mahasiswa, dosen, dan alumni. Keterlibatan alumni sekaligus memperlihatkan capaian ISI.

Pameran ini sebagai refleksi atas perkembangan seni di era revolusi industri 4.0. “Sangat revolusioner untuk bisa mengaitkan dan merepresentasikan ide tersebut dalam bentuk seni rupa. Tentu ada banyak harapan agar bisa bersinergi dengan industri 4.0,” ujar Arya.

Pameran “Seni Rupa di Era Revolusi Industri 4.0” ini berlangsung hingga 3 Juli 2019. Bersamaan dengan pameran seni ini, produk wirausaha dan kreativitas mahasiswa ISI lain juga ditampilkan di halaman Galeri R.J. Katamsi sampai 25 Juni.

“Teknologi informasi dan digitalisasi adalah bagian tidak terelakkan dalam kehidupan kita saat ini,” ujar Rektor ISI Yogyakarta Agus Burhan saat membuka pameran  ini.

Pada perayaan lustrum ketujuh, ISI mengangkat tema ‘Kecerdasan Buatan dalam Seni di Era Revolusi Industri 4.0’. Menurut Agus, perkembangan teknologi sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. “Dari memesan makanan hingga urusan perbankan, penggunaan sistem informasi dan digitalisasi sudah tidak dapat dihindari lagi,” ujar Agus.

Oleh karena itu, Agus berpendapat perkembangan seni rupa dan pendidikan seni rupa juga ikut terpengaruh. Sistem informasi dan digitalisasi mempengaruhi proses kreatif dalam berkesenian.

“Sedari proses membangun ide, mempertimbangkan bentuk, mengelaborasi medium dan teknik penyajian, bahkan hingga cara menyeberluaskan karya,” ujar Agus.

Dekan Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta Suastiwi sependapat dengan Agus. “Teknologi informasi terkini sudah merasuki seluruh aspek kehidupan dan melanda semua hal terkait budaya dan seni,” ujar Suastiwi.   

Suastiwi mengapresiasi langkah ISI memilih revolusi industri 4.0 sebagai tema utama. Menurutnya, langkah ini menunjukan bahwa ISI menaruh perhatian pada perkembangan mutakhir.

Baca Juga: Satu-satunya di Dunia, Studi Keris di ISI Solo Sepi Peminat

ISI memang belum mampu menampilkan karya-karya yang berkaitan dengan kecerdasan buatan secara langsung. Namun Suastiwi menganggap gelaran pameran ini penting karena menunjukkan perkembangan seni rupa yang mengantisipasi perkembangan teknologi sehingga bisa dipikirkan strategi di masa mendatang.

“Dengan demikian kita bisa mempertimbangkan sikap yang diambil terkait perkembangan terkini, melihatnya secara keseluruhan, dan bersepakat bagaimana kita bisa terus berkembang untuk dunia yang lebih baik di masa depan,” pungkas Suastiwi.

Agus menambahkan, wacana kecerdasan buatan menjadi masalah aktual bagi perkembangan pendidikan tinggi, khususnya pendidikan seni di ISI Yogyakarta. Namun, Agus mengingatkan agar kreativitas tidak boleh sampai ditentukan oleh perkembangan teknologi.

Rangkaian kegiatan perayaan Dies Natalis XXXV/Lustrum VII berlangsung hingga November 2019. Selain pameran seni rupa, selanjutnya terdapat pagelaran teater musikal pada 22-23 Juli, kethoprak pegawai ISI Yogyakarta pada 10 Agustus, dan beberapa kegiatan lain. Dies Natalis ISI Yogyakarta ditutup dengan gelaran International Dance Festival pada 15-16 November 2019.

Reporter: Abilawa Ihsan

 

1326