Home Milenial Angka Perkawinan Anak Indonesia, Tertinggi Kedua di ASEAN

Angka Perkawinan Anak Indonesia, Tertinggi Kedua di ASEAN

Jakarta, Gatra.com – Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (KPPA), Leny Rosalin mengatakan, angka perkawinan anak Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi di ASEAN. 

“Angka perkawinan anak di Indonesia ini masih sangat memprihatinkan. Dari seluruh negara anggota ASEAN, Indonesia ada di peringkat dua,”  ujar Leny saat menjadi pembicara di Seminar Nasional tentang "Percepatan Pembahasan Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Perubahan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974", di Balai Kartini, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/7).

Lebih lanjut, Leny menjelaskan, pada 2018, dari total 627 juta penduduk Indonesia, 11.2% perempuan menikah di usia 20-24 tahun. Sedangkan pernikahan perempuan yang berusia kurang dari 17 tahun sebesar 4,8%. Pernikahan anak di bawah usia 16 tahun sekitar 1,8% dan persentase pernikahan anak berusia kurang dari 15 tahun sejumlah 0,6%. Secara akumulasi, satu dari sembilan anak perempuan usia kurang dari 18 tahun, menikah muda. 

Faktor penyebab perkawinan anak cukup beragam, yang paling banyak ialah kehamilan di luar nikah dan faktor ekonomi. Biasanya, orang tua yang anaknya hamil sebelum menikah, menuntut anak untuk segera menikah. Tujuan utamanya agar tidak menjadi perbincangan di lingkungan tempat tinggal. 

Selain itu, jika dilihat dari faktor ekonomi, Program Direktur Unit Advokasi, Erasmus Abraham Todo mengatakan, keluarga dari kalangan menengah ke bawah, cenderung menikahkan anaknya di usia dini. Hal ini agar mengurangi beban keluarga. 

“Anak-anak perempuan ini yang sering dikorbankan. Kakak laki-lakinya tetap disuruh sekolah, sedangkan anak-anak perempuan ini yang disuruh menikah. Biar cepet ikut suaminya. Supaya tidak jadi beban keluarga lagi,” ujar Erasmus.

Untuk mengurangi angka perkawinan anak, Leny mengatakan, salah satu solusinya dengan memberikan pendidikan langsung kepada mereka atau orang tua. Saat ini, semakin tinggi pendidikan maka akan menjadi sadar terhadap bahaya seks bebas. Selanjutnya, tidak akan terjerumus pada perkawinan anak karena mengamati resikonya.  

2201