Home Milenial Ombudsman Temukan 6 Potensi Maladministrasi soal Merkuri

Ombudsman Temukan 6 Potensi Maladministrasi soal Merkuri

Jakarta, Gatra.com - Ombudsman RI (ORI) mendeteksi adanya potensi maladministrasi dalam implementasi Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2019.

"Seiring terbitnya Perpres Nomor 21 ini, kami merespons dengan cara-cara khas Ombudsman. Setelah kami lihat RAN-PPM tersebut, ternyata ada beberapa yang berpotensi jadi sumber maladministrasi," kata Anggota ORI, Adrianus Meliala, di Kantor ORI, Jakarta, Kamis (18/7).

Lebih lanjut, Adrianus menyebutkan enam hal yang kiranya dapat menjadi sumber maladministrasi. Di antara keenam hal itu, pertama; mengenai penghapusan alat kesehatan yang mengandung merkuri, penyimpanan sementara limbah merkuri, penyimpanan akhir limbah merkuri, transportasi atau alat pengangkut limbah merkuri, penarikan bahan atau barang-barang yang mengandung merkuri, dan pemusnahan barang-barang sitaan yang telah terpapar merkuri.

Kedua, potensi maladministrasi mengenai perbedaan pencatatan data yang tidak konsisten antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan juga Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"Data dari pencatatan yang tidak konsisten. Data Kemenkes, KLHK, Perindustrian, Dagri beda. Padahal harusnya sama: dari data pengendalian dan pemusnahan merkuri. Ini mal banget," kata Adrianus.

Potensi ketiga, mengenai penindakan. Polri mengatakan, penindakan pada pelaku akan dilakukan melalui pendekatan satgas. Namun, kata Adrianus, Polri harus tetap hati-hati karena nantinya langkah penindakan itu dapat mengacu pada sumber pungutan liar (pungli).

Sementara itu, untuk potensi maladiministrasi yang ke empat, lima dan enam, Adrianus menyebutkan masing-masing adalah mengenai pasar gelap merkuri, pengendalian izin dan pengawasan bahan-bahan yang mengandung merkuri, aerta penegakan hukum yang dilakukan melalui satuan tugas.

"Itulah enam hal yang kami anggap sebagai potensi mal-[praktik] baru. Itu menjadi entry point bagi kami untuk mengawasi," kata anggota ORI ini.

241