Home Politik Napi Asal Surabaya Cabuli 50 Anak Lewat Media Sosial

Napi Asal Surabaya Cabuli 50 Anak Lewat Media Sosial

Jakarta, Gatra.com - Polisi mencokok TR (25) narapidana Surabaya yang melakukan pencabulan lewat media sosial di dalam lapas. Wakil Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Asep Safrudin mengatakan, TR merupakan narapidana kasus pencabulan anak yang divonis 7 tahun 6 bulan dan baru menjalani hukuman 2 tahun penjara.

Asep mengatakan, sebanyak 1.300 foto dan video porno anak di bawah umur ditemukan dalam surel tersangka. Dari jumlah tersebut, polisi baru mengidentifikasi 50 korban, yang terdiri dari anak SD hingga SMA dengan rentang usia 11-17 tahun.

 

Asep menjelaskan, informasi tersebut awalnya didapatkan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Setelah diselidiki lebih lanjut, polisi mendapatkan sedikitnya empat cara tersangka melakukan pencabulan melalui media sosial.

 

Pertama, Asep menuturkan tersangka melakukan social engineering di media Instagram dengan cara profiling untuk mencari informasi tentang calon korban dengan kata kunci kata SD, SMP dan SMA untuk menemukan akun guru dan anak terutama yang tidak dikunci atau diprivat.

 

Langkah kedua, yakni membuat fake akun atau akun palsu untuk menyamar sebagai ibu guru korban guna mengelabui para korban.

 

"Setelah didapatkan hasil dari penyelidikan itu, ternyata ditemukan akun-akun tersebut mengatasnamakan ibu-ibu guru di dalam Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan ada juga Sekolah Menengah Atas," kata Asep saat konferensi di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (22/7).

 

Langkah ketiga, tersangka mengirim pesan pribadi kepada korban melalui dm (direct messages) Instagram dan pesan WhatsApp sebagai sarana tersangka memberikan instruksi dan menerima konten pornografi dari korban.

 

"Si anak diminta nomor WhatsApp, kemudian si anak ini tahu karena yang DM adalah ibu gurunya, dia memberikan nomornya. Kemudian komunikasi dan si tersangka memerintahkan kepada anak untuk melakukan kegiatan yang sudah dibimbing si TR. Yang diperintahkan adalah melucut pakaian, bahkan lebih dari itu, si anak diminta menyentuh bagian intimnya, dan memfoto atau merekamnya" papar Asep.

 

Langkah keempat, tersangka melakukan grooming untuk membujuk korban agar mengirimkan foto dan video tanpa busana dengan dalih nilai dan terancam jelek jika menolak. "Sehingga si anak ini menjadi takut dan menuruti apa yang diinginkan akun palsu ibu guru tersebut," terangnya.

 

Asep menjelaskan, dari hasil penelusuran konten video dan foto tersebut, korban bisa saja mencapai lebih dari 50 orang.

 

"Saya yakin lebih dari itu (korbannya). Karena dari 1.300 foto itu kita belum bisa mengidentifikasi apakah ada perbedaan, sebab si tersangka blang satu orang bisa kirim tiga sampai empat (konten), atau bahkan lebih dari lima foto dan video. Kita terus dalami korban-korban ini, jangan sampai mereka trauma akibat perilaku tersangka," ucapnya.

 

Adapun motif tersangka melakukan perbuatan tersebut, sejauh ini, untuk kepentingan dirinya sendiri saat tak ada kegiatan di lapas.

 

"Untuk memuaskan dirinya sendiri. Apakah tersangka terlibat dalam satu sindikat pedofil atau bahkan foto dan videonya itu disebar ke media sosial lain atau kepada mafia pedofil atau bahkan dijual, itu sedang kita dalami terus," paparnya.

 

Dari tangan tersangka Polisi menyita 1 (satu) unit handphone merek samsung Galaxy J1 mini prime warna gold dengan nomor IMEI (slot 1) : 3550028471xxxx, nomor IMEI (slot 2) : 3550028471xxxx, dengan nomor whatsapp 08222698xxxx serta beberapa email dan akun di media sosial milik tersangka.

Atas perbuatan tersebut, tersangka dijerat dengan Pasal 82 Jo Pasal 76 E dan/atau Pasal 88 Jo Pasal 76 I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) Jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan/atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

 

952