Home Teknologi Robot Hybrid Untuk SAR

Robot Hybrid Untuk SAR

Jakarta, Gatra.com - Bencana bisa terjadi dimana saja. Apalagi Indonesia yang termasuk dalam wilayah rawan gempa. Ketika gempa datang dan meruntuhkan gedung, banyak korban yang tertimbun reruntuhan sulit dijangkau.

Untuk membantu tim SAR memantau kondisi korban, kelompok Mahasiswa dari Program Studi Teknik Mesin Unika Atma Jaya mengembangkan robot yang mereka namakan Search and Rescue Hybrid Robot (SRHR).

Robot buatan Yosua Kurniawan, Ferdinand Edlim, dan Febrian Andika dari Program Studi Teknik Mesin Unika Atma Jaya ini secara dinamis bisa masuk ke lokasi-lokasi yang sulit dijangkau dan mengirmkan informasi kondisi didalam reruntuhan.

Proyek penelitian ini didanai oleh Dirjen Belmawa Kemenristekdikti dan kemudian lolos PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) ke-31 di Universitas Negeri Yogyakarta 2018. Purwarupa (prototipe) robot SRHR ini sendiri selesai dibuat dalam waktu kurang lebih 4 bulan setelah didanai.

Keunikan robot ini sendiri terletak pada sistem geraknya yang bersifat hybrid, dimana robot ini punya kemampuan untuk berjalan menggunakan kaki ataupun menggunakan roda. Hal tersebut membantu mobilisasi robot nantinya bila diterjunkan ke lapangan.

Di dalam komponen robot tersebut ada motor yang berfungsi menggerakkan roda, dan menggerakkan kaki robot. Tiap kaki robot membutuhkan 3 motor, artinya terdapat 12 motor untuk semua kaki pada robot SRHR. Juga terdapat, 1 motor yang berfungsi untuk roda pada tiap kaki, yang artinya terdapat 4 motor untuk semua kaki pada robot SRHR. Motor yang digunakan pada robot SRHR bertipe motor servo. Sumber tenaga dari baterai LiPo.

Robot SRHR ini mempunyai spesifikasi dimensi kurang lebih 30 X 30 cm. Penentuan dimensi ini sendiri ditentukan dengan berbagai pertimbangan terkait kebutuhan robot di lapangan nanti.

"Alasannya dimensi berukuran 30 X 30 cm ada pertimbangannya. Utamanya, tentunya kita ingin robot yang sekecil mungkin mengingat untuk kemudahan transportasi nantinya, tapi juga kita harus mempertimbangkan hal lainnya. Karena kita juga pertimbangkan peletakan motor, lalu dimensi controller-nya, lalu butuh tempat baterai, lalu butuh tempat modul kamera, maka kita nilai ukuran 30 X 30 cm ini sudah cukup representative akan kebutuhan. Jadi, meski kecil juga sudah bisa menampung beberapa komponen dasar robot", ungkap dosen pembimbing Christiand, S.T., M.Eng, kepada wartawan GATRA, Ucha Jalistian Mone.

Menurut Christiand, Nantinya, sistem komunikasi antar robot dan operator dapat menggunakan menggunakan teknologi nirkabel seperti teknologi telepon selular GSM atau CDMA. Lebih daripada itu, dengan kamera yang sudah disematkan, robot bisa mengirimkan gambar langsung dari lokasi bencana.

"Karena masih prototype dan masih belum di tes untuk di lapangan nanti, jadi kami belum bisa memastikan daya tahan di wilayah bencana. Karena robot masih berupa proof of concept dari ide bahwa robot hybrid itu bisa dibuat. Bahwasanya ini nantinya digunakan untuk bencana perlu dievaluasi lebih lanjut lagi, karena pada dasarnya ide awalnya adalah untuk membantu tim penyelamat melakukan SAR untuk lokasi yang sulit dijangkau. Kami belum tes untuk keadaan sebenarnya, tapi kalau bisa diprediksi untuk tes biasa, robot ini bisa tahan 1 jam karena tidak terlalu real kondisinya ya kalau di laboratorium," Pungkasnya.

Teknologi yang ada pada robot masih fokus pada fitur mekanisme gerak hybrid dan menekankan pada aspek pengembangan sebuah alat yang dapat bergerak mencari korban bencana pada lokasi yang sulit. Namun, robot belum memiliki teknologi penunjang yang bisa mengidentifikasi kondisi korban dan lingkungan secara lebih mutakhi. Untuk tugas itu perlu sensor-sensor dan modul tambahan yang bisa diaplikasikan di masa datang.

Christiand mengungkapkan untuk robot SRHR ini sendiri sistem kendali yang dikembangkan baru berbasis teknologi nirkabel Bluetooth. Namun, dirinya menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa kedepannya bisa berganti pada sistem lain seperti wireless internet, apa lagi saat ini teknologi 5G pada dunia telekomunikasi sedang dikembangkan. "Koneksi ke controller-nya kita menggunakan Bluetooth yang terhubung ke smartphone sehingga kita bisa gerakkan robot sesuai modenya," jelasnnya.

Christiand mengatakan masih harus ada pengembangan dan evaluasi dari hasil purwarupa robot yang sudah dibuat. Menurutnya, inovasi dari para mahasiswa Unika Atma Jaya ini harus diapresiasi karena mereka bisa membuat konsep robot dan berhasil menyelesaikan pembuatan purwarupa yang berfungsi pada level operasi minimum dan sudah bisa melakukan beberapa hal mendasar. Itu merupakan pencapaian yang baik dan pengembangan diharapkan tidak berhenti sampai disitu.

"Untuk evaluasi saat ini, mungkin dari segi badan robot yang masih dibuat memakai teknologi 3D printer. Memang untuk prototipe bagus karena prosesnya cepat. Hanya perlu digambar di software CAD kemudian bisa langsung di print, selesai. Namun jika ini nantinya memang akan digunakan pada lingkungan yang sebenarnya, tentunya butuh pertimbangan kekuatan bahan yang digunakan. Jika ingin digunakan, perlu durabilitas yang tinggi untuk pemakaian lapangan yang sebenarnya. Misal saat diterjunkan melalui helikopter ke lokasi bencana, itu butuh kekuatan. Oleh karena itu, kedepannya bisa ditingkatkan kualitas bahan badan robotnya dengan menggunakan logam atau karbon fiber yang kuat, kemudian ditambahkan juga modul-modul maupun sensor sesuai dengan kebutuhan lapangan", tutupnya.


 

 

Reporter: Ucha Julistian Mone

Editor: Rosyid