Home Politik Dianggap Menyalahi, Rumah Ibadah di Riau Disegel

Dianggap Menyalahi, Rumah Ibadah di Riau Disegel

Pekanbaru, Gatra.com - Wakil Ketua DPRD Riau, Kordias Pasaribu, menyayangkan penyegelan rumah ibadah di Indragiri Hilir (Inhil) Provinsi Riau. 

Adapun penyegelan itu menimpa Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Dusun Sari Agung, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Inhil. 

Penyegelan dilakukan berdasarkan surat perintah Bupati Inhil HM Wardan bernomor: 800/BKBP-KIB/VIII/2019/76150 tertanggal 07 Agustus 2019. Wakil Bupati Inhil, Syamsuddin Uti juga ikut meneken. 

Penyegelan bermula dari adanya penolakan sejumlah warga terhadap gereja itu sejak Februari 2019 dengan alasan tidak memiliki izin tempat beribadah. 

Menurut Kordias tindakan penyegelan Gereja bukan keputusan yang tepat, apalagi negara melalui undang-undang sudah menjamin kegiatan beribadah sesuai keyakinan. 

"Persoalan ini dipicu oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri yang isinya masih beda tafsir," kata politisi PDI Perjuangan ini, Jum'at (16/8). 

Kata Kordias, umumnya penyegelan Gereja dilatari oleh beragam persoalan, mulai dari lokasi Gereja berada di tempat penduduk yang berlainan keyakinan, ketiadaan izin, hingga tempat tinggal berubah fungsi menjadi rumah ibadah. 

"Hingga saat ini saya belum melihat pimpinan daerah mencari solusi yang tepat, yang membuat antar umat beragama seperti bersaudara dan tidak seperti bermusuhan, kasus semacam ini saya tahu masih banyak. Ada baiknya pemerintah memediasi pihak yang berkonflik," harapnya. 

Sementara itu Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kabupaten Inhil, TM Saifullah, membantah telah melakukan penyegelan rumah ibadah. Satpol PP kata dia hanya memberhentikan aktivitas ibadah yang tidak pada tempatnya. Disebut begitu lantaran ibadah dilakukan dirumah penduduk (pendeta), bukan di rumah ibadah. 

"Ini bertentangan dengan keputusan bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Agama nomor 8 dan nomor 9 tahun 2006. Yang kami lakukan melarang aktivitas ibadah dirumah tersebut, bukan menyegel. Kalau segel kan rumahnya tidak boleh dimasuki, itu rumah masyarakat. Intinya pelaksanaan ibadahnya yang tidak dibenarkan," katanya. 

Adapun gereja GPdI juga berfungsi sebagai tempat tinggal Pendeta Ganda Damianus Sinaga. Menurut penuturan Saiful, masyarakat setempat belakangan mulai resah dengan aktivitas ibadah yang tidak pada tempatnya itu. 

Mediasi pun dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat pemerintah Desa, tingkat Kecamatan, hingga Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dilibatkan. 

"Karena tidak diindahkan, akhirnya camat membawa masalah ini ke tingkat kabupaten. Nah Bupati kemudian menggelar rapat bersama Forkopimda termasuk dari unsur agama, ada juga pendeta dari Tembilahan (Ibukota Kabupaten Inhil). Kesimpulannya memang melanggar keputusan SKB dua menteri. Dari keputusan itu disepakati bahwa yang menghentikannya adalah Satpol PP bersama penyidik pegawai negeri Sipil. Rapat ini tanggal 5 Agustus, tanggal 8 Agustus kita turun," terangnya

Satpol PP pun membicarakan keputusan itu dengan pendeta Damianus, pendeta menerima dan mendatangani berita acara penghentian aktivitas itu. 

"Pendeta sudah menerima tapi terpaksa, karena menurut informasi mereka masih melakukan ibadah tapi di halaman. Alasannya yang dilarang itu dalam bangunan bukan di halaman," katanya. 

20025