Home Politik Tujuh Alasan RKUHP Belum Layak Disahkan

Tujuh Alasan RKUHP Belum Layak Disahkan

Jakarta, Gatra.com - Aliansi Nasional Reformasi KUHP menolak pengesahan  Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat. Alasannya,  sejumlah rumusan justru menghidupkan kembali kolonialisasi di Indonesia.  Padahal, Presiden Joko Widodo, dalam Nawacita-nya, menyatakan akan membongkar perundangan-undangan yang menyulitkan  rakyat. 
 
Hal itu menurut koalisi tidak tercermin dari sikap politik hukum yang diambil oleh Jokowi. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Ricky Gunawan, mengatakan bahwa ada paradoks dalam politik hukum Jokowi yang seakan tanpa arah. Padahal, dalam setiap kesempatan Jokowi acap kali  menggelorakan soal penegakan hukum yang bersaksi pencegahan pelanggaran HAM. 
 
"Di tataran internasional, Indonesia aktif sekali mempromosikan SDGs, yang tercantum di RKUHP itu jauh sekali dari target SDGs yang Indonesia bangga-banggakan di internasional," ujar Ricky di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (26/8).
 
Menurut Aliansi Nasional Reformasi KUHP, setidaknya ada tujuh alasan penting sehingga RKUHP  belum layak untuk disahkan oleh pemerintah dan DPR. Jika tetap mengesahkannya, Direktur Program Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menuding  pemerintahan Jokowi gagal melakukan dekolonialisasi di Indonesia.
 
"Pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat dianggap sebagai rezim yang membangkang pada konstitusi, membungkam kebebasan berekspresi dan memberangus demokrasi," katanya. 
 
Alasan pertama, RKUHP berperspektif pemenjaraan dan sangat represif, membuka ruang kriminalisasi melebihi KUHP produk kolonial (over criminalization). RKUHP menghambat proses reformasi peradilan karena memuat sejumlah kriminalisasi baru dan ancaman pidana yang menyebabkan overcrowding Lapas. 
 
Kedua, RKUHP belum berpihak pada kelompok rentan, terutama anak dan perempuan. Saat ini masih sulit akses pada pencatatan perkawinan dan dengan adanya ancaman pasal perzinahan. Aturan itu akan berimbas kepada maraknya pernikahan anak ke depannya.
 
Ketiga, RKUHP juga akan mengancam program pembangunan pemerintah, terutama program kesehatan, pendidikan, ketahanan keluarga, dan kesejahteraan masyarakat. 
 
Keempat, RKUHP  sangat bertolak belakang dengan konstitusi Indonesia, serta  mengancam kebebasan berekspresi dan memberangus proses berdemokrasi. Contohnya dengan kembali dihidupkan pasal penghinaan presiden, padahal sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. 
 
Kelima, dalam RKUHP  banyak  terdapat pasal karet dan tak jelas, yang mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat warga.
 
Keenam, RKUHP mengancam eksistensi lembaga independen. DPR dan pemerintah sama sekali tidak mengindahkan masukan dari beberapa lembaga independen negara seperti KPK, BNN, dan Komnas HAM yang telah menyatakan sikap untuk menolak masuknya beberapa tindak pidana ke dalam RKUHP seperti korupsi, narkotika dan pelanggaran berat HAM. 
 
Ketujuh, pembahasan RKUHP kurang partisipatoris karena tidak melibatkan sejumlah pihak. Bahkan, dalam rencana pengesahannya terkesan tergesa-gesa yang justru menimbulkan tanda tanya besar.
3113