Home Ekonomi Menyoal Peran Bank Pemicu Jerebu

Menyoal Peran Bank Pemicu Jerebu

Pekanbaru, Gatra.com - Sedikit membungkuk, lelaki tua itu menyarungkan masker ke wajah dua orang cucunya di parkiran bank milik negara di pusat kota Pekanbaru, Riau. Kamis (12/9). 

Dalam hitungan menit, ketiganya sudah berada di jok sepeda motor milik si kakek. Sebelum menggeber sepeda motornya, lelaki itu mengeker kaca spion, sekadar memastikan hidung dan mulut dua cucu perempuannya tadi, benar-benar terlindung oleh masker. 

Tak jauh dari sana, persis di parkiran jalan di depan bank itu, seorang perempuan berdandan necis baru saja turun dari mobil nya. 

Sama seperti kakek dan dua cucu tadi, perempuan ini nongol dengan balutan masker di wajah. Bedanya, perempuan rambut sebahu ini memakai kaca mata rona gelap, dan menjadikan topi sebagai pelengkap. 

Meski berbeda, dia, si kakek dan dua cucu tadi, barangkali termasuk orang yang tidak tahu, kalau bank yang mereka datangi turut andil membikin Riau pesta kabut asap. 'Pesta' yang membikin mereka tak lepas dari masker. 

Sejak empat tahun lalu, sorotan terhadap bank yang turun andil memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau kian gencar disuarakan. 

Ini terjadi lantaran lembaga keuangan dinilai punya peran penting terhadap geliat bisnis perusahaan, khususnya perusahaan yang mengantongi izin konsesi dan Hak Guna Usaha (HGU). 

Tanpa adanya sokongan dana dari bank, perusahaan bakal kesulitan melakukan pengembangan bisnis. Padahal, dalam industri perbankan, praktek bisnis yang berwawasan lingkungan dan sosial ada dikenal dengan istilah Green Banking. 

Kepada Gatra.com, aktivis lingkungan Fandi Rahman menyebut, kelompok pegiat lingkungan memang sedang berupaya mendorong munculnya kepekaan industri perbankan terhadap persoalan lingkungan hidup. 

Lelaki yang menjabat sebagai Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau ini mengatakan, kampanye itu bertujuan agar bank lebih selektif dalam menyalurkan dana ke klien yang bergerak di usaha perhutanan dan perkebunan. 

"Kita sedang riset, apakah bank sudah menerapkan sistem perbankan yang green? Misalnya sebelum mencairkan dana untuk klien apakah kelayakan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah terpenuhi, atau apakah perusahaan sudah menyelesaikan proses-proses sosial di tingkat masyarakat," katanya, Kamis (12/9). 

Tiga tahu lalu kata Fandi, koalisi resposibank merilis hasil penelitian terkait keterlibatan industri perbankan terhadap isu sosial dan lingkungan. 

Saat itu ada 11 bank dipilih dan dinilai berdasarkan kebijakan pemberian pinjaman, investasi maupun kebijakan terkait isu sosial dan lingkungan. 

Bank-bank itu antara lain; Bank Mandiri, Bank BCA, Bank BRI, Bank BNI, OCBC-NISP, CIMB-Niaga, Bank Danamon, Bank Panin, HSBC, Citibank dan Mitsubishi-UFJ. 

Hasilnya, bank asing jauh lebih peka terhadap persoalan lingkungan hidup dan sosial ketimbang bank plat merah atau swasta nasional. 

NGO yang bergerak di bidang lingkungan kata Fandi juga sedang mengamati ada atau tidaknya sokongan dana dari bank untuk membiayai perusahaan yang saat ini masih menjadi pelaku pembakar hutan. 

"Saat ini kita fokus pada landbankingnya. Soal detail  pembiayaan, apakah seluruh konsesi diagunkan ke bank atau bagaimana, kami belum mengarah ke sana," ujarnya. 

Tahun ini, kabut asap parah kembali terjadi di Riau. Tak kurang dari 40 ribu hektar lahan telah terbakar sejak Januari hingga September 2019. 

Gara-gara itu, jumlah penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut sudah mendekati angka 40 ribu jiwa. Belum lagi kebakaran lahan di Riau telah menambah persoalan diplomatik antara Indonesia, Malaysia dan Singapura. 

"Tanpa rasa peduli perbankan pada persoalan lingkungan hidup, sulit rasanya menjamin persoalan serupa tak  menghantui Riau lagi," kata Fandi. 

Dan kalau kepedulian itu tidak ada, maka saatnya si kakek tadi segera berbisik kepada cucunya untuk pilah - pilih bank kalau mau menabung. Biar duit yang ditabung itu enggak lagi ikut menjadi penyumbang malapetaka, kabut asap tak berkesudahan. 


 

166

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR