Home Hukum Atasi Karhutla, KLHK Diminta Gandeng OJK

Atasi Karhutla, KLHK Diminta Gandeng OJK

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan Jikalahari menyebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatasi kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melibatkan korporasi. Hal itu sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang pernah menyebut bahwa karhutla adalah kejahatan terorganisir.

"Dulu Jokowi bilang akan melakukan evaluasi izin. Di tahun 2019 ini, karhutla adalah produk dari kejahatan terorganisir," ucap perwakilan Jikalahari, Made Ali dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (30/10).

Menurut Ali, upaya menghentikan karhutla tidak bisa hanya melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, kehutanan, dan perkebunan, tetapi juga mengenai pengawas keuangan korporat.

"KLHK sebagai ujung tombak, perlu secepatnya menyasar OJK dan lembaga jasa keuangan. Khususnya untuk terlibat menghentikan kejahatan terorganisir terkait karhutla dengan mendorong mereka melakukan penapisan investasi," ujar Ali.

Ali melanjutkan hal tersebut perlu dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan dan melahirkan panduan pembiayaan yang pronatura, yang akan berkontribusi pada pencegahan karhutla. KLHK juga perlu bekerja sama dengan otoritas keuangan internasional karena kajian membuktikan, pembiayaan ini banyak berasal dari luar Indonesia.

Ali menambahkan, ada dua rekomendasi dari pihaknya untuk Jokowi dalam periode pemerintahan barunya guna mengentaskan kasus karhutla. Berikut rekomendasinya:

1. Presiden Jokowi menekankan pencegahan karhutla, alat paling efektif untuk mencegah karhutla kembali terjadi pada lima tahun mendatang adalah menyasar penyandang dana sembari melakukan penegakan hukum dengan pendekatan money laundering.

2. Presiden Jokowi perlu menggandeng OJK dan PPATK serius bekerja menghentikan kejahatan terorganisasi, sembari Jokowi menerapkan implementasi Benefecial Ownership dan devisa hasil ekspor, termasuk moratorium sawit dan penghentian permanen deforestasi. 

 

333