Home Politik Busyro: Radikalisme Alihkan Isu Korupsi, Seperti Orde Baru

Busyro: Radikalisme Alihkan Isu Korupsi, Seperti Orde Baru

Sleman, Gatra.com - Fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam melawan radikalisme dianggap upaya pengalihan isu-isu korupsi. Isu radikalisme sengaja dibuat dan dimunculkan seperti pernah dilakukan Orde Baru.

“Radikalisme bersumber dari kesalahan yang disengaja atas tata kelola sumber daya alam dan dampak dari kesenjangan ekonomi serta keadilan sosial. Radikalisme agama sengaja dihadirkan sebagai jualan politik,” kata mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (2/11).

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM ini hadir di MM FEB UGM sebagai pembicara utama dalam talkshow anti-korupsi ‘Mengupas Perkara Korupsi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia’.

Busyro bercerita, pada masa Orde Baru, isu ekstrem kanan dan kiri dimunculkan untuk mengalihkan isu korupsi. Isu ini dimunculkan secara sistematis dan terpusat oleh sistem politik yang korup. Ia mencontohkan, saat itu aktivis Budiman Sudjatmiko yang jadi politisi PDIP dituduh ekstrem kiri dan kalangan agama terutama Islam dicap kstrem kanan.

“Pengalihan isu-isu korupsi dengan isu radikalisme terbukti mampu membuat kekuasaan Orde Baru bertahan 32 tahun. Jika kita hati-hati dan melakukan pengawasan, bisa jadi sistem politik transaksional seperti tahun ini terjadi pada 2024,” katanya.

Sebab, kata Busyro, elite politik di tingkat daerah dan pusat berupaya mengeruk kekayaan alam Indonesia sebagai modal bertarung di pikada dan pilpres. Terlebih lagi, DPR RI didominasi kalangan pedagang yang pada dasarnya mencari untung.

“Mereka bisa masuk ke (wilayah) privat yang bisa mempengaruhi kebijakan keputusan negara. Saya berharap pedagang yang ada di DPR menjadi pedagang yang memiliki keadaban sehingga mampu menyuarakan suara rakyat,” ujarnya.

Sebagai solusi utama, Busyro mengatakan kampus dan angkatan mudanya bisa melahirkan perubahan dengan independensinya. Namun jika melihat kebijakan baru seperti rektor dipilih oleh pemerintah, Busyro melihat, menjaga independensi kampus akan menjadi tugas berat ke depan.

Dengan jatah suara pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 35 persen dalam memilih rektor,  usaha mengagalkan rektor yang pilihan senat sangat besar. “Soal rektor akan dipilih presiden, saya memiliki concern. Ini masalah serius. Semoga tidak terjadi,” katanya.

1692