Home Ekonomi DJP Ngotot Tarik Pajak Netflix dkk Lewat Pajak Digital

DJP Ngotot Tarik Pajak Netflix dkk Lewat Pajak Digital

Jakarta, Gatra.com - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo mengatakan, pihaknya akan terus berusaha untuk mengejar pajak Netflix, melalui aturan pajak digital. Tidak hanya Netflix, tetapi juga perusahaan asing lain sejenisnya, seperti Facebook, Spotify, Amazon dan masih banyak lagi.

Dia menjelaskan, nantinya perusahaan-perusahaan semacam Netflix akan dikenai pajak pertambahan nilai (PPN), yang tarifnya adalah 10 persen dari total pendapatan perusahaan. Selain itu, nantinya pemerintah pun juga akan mengenai perusahaan teknologi itu dengan pajak penghasilan atau PPh.

"Jadi penyelenggara TV asing, selama ini enggak pernah bayar PPN, nanti kita minta tolong tv asing itu tolong pungutin dan setorin. Jadi sama-sama, nonton TV asing sama TV dalam negeri, sama-sama bayar PPN," jelas Suryo, di Jakarta, Rabu (11/12).

"Kedua, berkaitan dengan e-commerce bagaimana memakai "penghasilan" dia di Indonesia. Karena dia berkegiatan di Indonesia, pasti kita minta bagian pajak yang berasal dari sini. Seberapa besar [pungutan pajaknya], itu yang akan didiskusikan," imbuh dia.

Jadi, ketika Netflix memiliki pendapatan sekitar Rp629,74 miliar pada tahun 2019, dari pelanggan Indonesia, setidaknya perusahaan tersebut harus membayar pajak ke negara sebesar Rp62,97 miliar. Angka tersebut belum termasuk PPh atau pajak penghasilan lainnya.

Suryo melanjutkan, aturan tentang pajak digital itu, nantinya akan diatur pula dalam omnibus law perpajakan, yang mana saat ini tengah digodok oleh timnya.

Dalam aturan baru tersebut, nantinya perusahaan semacam Netflix tidak perlu lagi menjadi badan usaha tetap (BUT) untuk dapat membayar pajak. Sebab, semua perusahaan yang beraktivitas di Indonesia, meski tidak memiliki kantor cabang akan tetap dikenai pajak digital.

"Jadi kita tidak bisa membaca sepotong bahwa dia harus menjadi BUT, misalnya seperti itu karena ada significant presence di Indonesia tapi bisa ga kita memajaki dengan konteks yang seperti itu. Mungkin dengan konteks perpajakn yang berlaku kita mesti lihat. Jadi tidak serta merta bahwa dengan PP 80 kemarin yang bersangkutan harus menjadi BUT, nggak," jelas Suryo.

Sementara itu, Suryo mengaku, pihaknya belum mengetahui seberapa besar potensi dari penerimaan pajak digital tersebut. Namun, dia optimis, dengan adanya pajak digital, akan memberikan pemasukan tersendiri untuk menggantikan pendapatan negara yang berkurang atau potential loss karena omnibus law.

"Waktu tarif turun, penerimaan akan turun. Sekarang bagaimana mencari kompensasinya? Salah satu di antaranya perluasan basis lewat e-commerce, kalau kita letakkan sebagai pemungut PPN [Pajak Pertambahan Nilai] kan jadi basis baru tuh," tutur Suryo.

Sementara itu, untuk saat ini, pajak digital masih diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 80 tahun 2019 tentang e-commerce, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 November lalu.

Ada beberapa hal yang diatur dalam regulasi baru itu. Salah satu poin penting dalam PP tersebut mengenai definisi pelaku usaha luar negeri yang berjualan daring alias pelapak e-commerce asing. Pelaku usaha luar negeri pada perdagangan melalui sistem elektronik meliputi pedagang luar negeri, penyelenggara, dan penyelenggara sarana perantara luar negeri. 

Pada pasal 7, tertulis bahwa pelaku usaha luar negeri yang secara aktif berjualan secara elektronik kepada konsumen di wilayah Indonesia, serta memenuhi kriteria tertentu, dianggap telah memenuhi kehadiran secara fisik (physical presence) dan melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.  Kriteria tersebut mengacu pada kehadiran ekonomi secara signifikan alias  significant economic presence, antara lain jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman, dan/atau jumlah trafik atau pengakses. Dengan demikian, pelaku usaha PMSE luar negeri yang memenuhi kriteria significant economic presence tersebut wajib menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia yang dapat bertindak sebagai dan atas nama pelaku usaha luar negeri tersebut. 

"Ketentuan mengenai penunjukan perwakilan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada," kata dia.

Sedangkan, ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria tertentu  significant economic presence tersebut bakal diatur lebih rinci melalui peraturan menteri. Menteri yang dirujuk dalam PP ini ialah Menteri Perdagangan.  Selanjutnya pada pasal 8 dinyatakan bahwa terhadap kegiatan usaha PMSE, berlaku ketentuan dan mekanisme perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

311