Home Ekonomi Perusahaan Penting Membangun Resiliensi di Tengah Pandemi

Perusahaan Penting Membangun Resiliensi di Tengah Pandemi

Jakarta, Gatra.com – Ketangguhan bisnis perusahaan menjadi hal yang sangat dibutuhkan selama masa pandemi corona. Perusahaan yang tidak tangguh akan cepat mengalami “gulung tikar” atau menghentikan usaha sementara karena tidak kuat dari sisi modal. Untuk terhindar dari krisis keuangan beragam cara ditempuh perusahaan mulai merekrut konsultan bisnis hingga menggandeng mitra kerja sama untuk menyelesaikan masalah dari sisi bisnis.

Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani mengatakan imbas dari krisis Covid-19 telah menghantui banyak negara termasuk Indonesia. Perusahaan menurutnya harus membangun skenario resiliensi atau skema mitigasi bisnis bila situasi ekonomi akibat corona memburuk.

“Ekonomi kita ini terimpak oleh global economy. Dengan Cina sudah terdampak sejak Januari dan ekonomi global sejak tahun lalu kurang bagus [akibat Perang Dagang], makin lama makin turun. Dan kita juga terdampak,” ujar Johanna Gani dalam konferensi virtualnya di Jakarta pada Selasa (19/5).

Salah satu kiat bagi pelaku usaha keluar dari keterpurukan adalah membangun diversifikasi bisnis serta beralih ke teknologi. Johanna mencontohkan bagaimana sektor perdagangan masih dapat berjalan di era Covid dimana penjual dan pembeli menggunakan trading online. “Sekarang ini semua serba online, teknologi ini sedang ‘naik daun’. Industri yang cepat beralih ke teknologi akan cepat mengambil pasar,” katanya.

Ia menyarankan agar pelaku usaha tidak menjalankan business as usual serta mencoba mencari strategi bisnis baru yang cocok diadopsi selama masa pandemi. “Di saat teknologi berkembang seperti ini, pelaku bisnis dituntut menjadi kreatif. Tak bisa lagi berbisnis dengan pola yang lama maka kita [perusahaan] harus cari akal menyiasatinya dengan cara yang baru”.

Legal Partner Grant Thornton Indonesia, Kurniawan Tjoetiar mengatakan ketangguhan suatu bisnis akan sangat bergantung pada karakter industri dan jasa. Beberapa bisnis, terangnya masih sangat bergantung pada kuantitas dan volume, ketimbang marjin atau keuntungan.

“Kalau industri yang padat karya dan dengan marjin cukup kecil akan sangat mengharapkan [keuntungan] dari kuantitas. Pada saat kuantitas itu menurun drastis tentunya itu sangat berpengaruh kepada ketahanan bisnis itu,” ujar Kurniawan.

Beberapa industri jasa menurutnya masih memiliki ketangguhan meski memiliki marjin yang rendah. “Misalnya kondisi sekarang ini termasuk pada jasa legal atau hukum misalnya, ternyata untuk jasa-jasa yang berulang dan sifatnya kewajiban kepatuhan itu resiliensinya lebih tinggi meskipun marjinnya lebih rendah”.

Dirinya mencontohkan bagaimana konsultan perpajakan masih bisa bertahan karena aktivitas perpajakan bersifat rutin. “Karena masing-masing pelaku ekonomi memang diwajibkan untuk tetap memenuhi berbagai macam peraturan. Dalam situasi pandemi ini setiap perusahaan diwajibkan menyampaikan laporan bulanan perpajakan, dan ini tidak akan berhenti pada [kondisi] pandemi atau tidak pandemi. Tapi kalau sifatnya yang bisa ditunda itu tentu memengaruhi dari resiliensi,” katanya.

Menerapkan resiliensi menurutnya membangun keseimbangan di tubuh perusahaan agar tidak mengalami goncangan ekonomi atau krisis berkepanjangan. “Resiliensi itu adalah alat bagi pelaku bisnis untuk bisa mengukur area apa yang bisa diefisienkan?. Yang utama tentu secara jangka pendek, kita mengurus persoalan cashflow. Kita pertimbangkan evolusi pada bisnis masing-masing,” pungkasnya.

581