Home Ekonomi Pandemi, Pengusaha Batik Ini Malah Beromzet Rp23 Juta/Bulan

Pandemi, Pengusaha Batik Ini Malah Beromzet Rp23 Juta/Bulan

Solo, Gatra.com - Esthi Wulandari mungkin menjadi salah satu dari banyak pengusaha yang mengalami krisis di masa pandemi covid-19 ini. Usahanya berbisnis batik melalui Griya Batik Solo seketika sepi tak ada yang memesan seiring adanya pandemi. Namun setelah mendapat ide dari sang anak untuk membuat masker, kini dirinya meraup untung lebih banyak dibandingkan dengan berjualan batik.

Hal ini disampaikan oleh Esthi saat dia ditemui di rumahnya di Jalan Moyo nomor 6 Kampung Baru, Pasar Kliwon, Solo, Jumat (17/10). Saat ini dirinya mulai bangkit kembali untuk mengembangkan bisnisnya, setelah sebelumnya sempat terhenti di awal masa pandemik covid-19.

”Saat ada berita covid-19 itu saya posisi sedang pameran di Jakarta. Setelah saya pulang, sama sekali tidak ada orderan,” ucap Esthi.

Bisnis yang dibangunnya sejak 2002 seketika berhenti karena tidak ada pembeli. Esthi selama ini membuat jaringan customernya dari satu pameran ke pameran lain. Akhirnya sekitar sebulan dirinya tidak berjualan batik sama sekali. Selain tidak ada order dari customer, dia merasa semua orang takut jika tertular dengan covid-19. Hal inilah yang membuatnya juga tidak berani berjualan.

Selama pandemi covid-19, pemerintah menyarankan untuk menggunakan masker. Dari sini banyak orang yang mengkampanyekan penggunaan masker. Namun saat itu Esthi belum terpikir untuk membuat masker. Namun justru anaknya yang menyarankan untuk memproduksi masker saja.

”Saat itu saya merasa kalau harus membuat masker akan sangat ribet dan pekerjaannya tidak praktis. Makanya saya saat itu nggak mau. Selama itu saya hanya bertahan dengan menghabiskan stok yang ada,” ucapnya.

Tapi menjelang bulan puasa, banyak gerakan untuk membagikan masker. Saat itulah dirinya mulai berinisiatif untuk mencoba memproduksi masker. Esthi mulai membongkar kain-kain perca yang selama ini hanya menjadi sisa kain hasil produksi.

”Selama sebulan itu kan saya hanya berusaha menghabiskan stok saja. Tidak produksi sama sekali. Tapi kan penjahit saya juga butuh makan. Akhirnya saya mau tidak mau harus mencoba membuat masker. Makanya masker menjadi jalan satu-satunya,” ucapnya.

Dia lalu membuka tumpukan kain percanya. Dari sini Esthi membuat masker tiga lapis. Selama ini dia memasang padu padan dua motif kain pada dua sisi. Sehingga orang akan bisa menggunakan kedua sisinya.

”Kalau saya beri kain polos di bagian dalamnya, saya harus membeli kain polos dulu. Sedangkan kain saya masih banyak. Makanya saya buat lapisan dalamnya juga kain batik. Baru di dalamnya dengan kain keras,” ucapnya.

Saat ini Esthi menjual dagangannya secara online, baik memanfaatkan market place hingga sosial media Griya Kain Batik Solo. Kebanyakan yang membeli maskernya adalah mereka yang sebelumnya sudah menjadi customer kain batiknya.

”Alhamdulilah sekarang sudah jalan. Sebulan rata-rata sampai 3.000-an masker yang dijual. Tapi kalau ada yang pesan banyak, sebulan bisa lebih. Omset dari masker ini sekitar Rp 17-23 juta,” ucapnya.

Dari penjualan masker ini untung yang didapatnya jauh lebih banyak. Sebab kalau dijual satu lembar kain untungnya hanya seberapa. ”Namun ketika kainnya dipotong menjadi kecil, saya bisa dapat keuntungan lebih banyak. Saya sudah mulai memotong kain utuh, sebab stok perca sudah tidak sebanyak dulu. Lagi pula saya juga butuh variasi motif,” ucapnya.

Tak jarang dirinya diminta untuk mengirimkan barang ke luar negeri. Esthi merasa banyak pelanggannya yang menyukai motif batik miliknya. Sebab dirinya punya berbagai macam motif dan kualitas kain. Dari hanya kain katun biasa hingga kain sutera.

”Pesanan paling banyak justru yang katun. Biasanya satu masker saya jual Rp 5 ribu, kalau yang sutera saya jual sampai Rp 35 ribu. Tapi biasanya orang lebih banyak memesan yang katun. Tapi sekali beli langsung banyak, rata-rata belinya 200 pcs,” ucapnya.

Kini, Esthi berencana untuk meningkatkan usahanya. Salah satunya menjadi partner di Program Kemitraan Pertamina. ”Sebenarnya saya sudah ikut kemitraan Pertamina sejak tahun 2017. Karena yang kemarin sudah selesai, ini saya mengajukan lagi untuk mengembangkan usaha,” ucapnya.

Sementara itu Unit Manager Communication, Relations, & CSR Pertamina MOR IV Marthia Mulia Asri mengatakan saat ini sudah ada 99 usaha mikro kecil dan menengah yang menjadi partner Pertamina. Total bantuan modal yang disalurkan sebanyak Rp 7 miliar selama dua tahun terakhir.

”Kami tetap berusaha melakukan pembinaan bagi mitra UMKM di tengah pandemic,” ucapnya.

534

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR