Home Politik Habibie Center: Harus Ada Tansparansi Penanganan COVID-19

Habibie Center: Harus Ada Tansparansi Penanganan COVID-19

Jakarta, Gatra.com - Peneliti The Habibie Center, Sopar Peranto memberikan sejumlah rekomendasi terkait hasil studi The Habibie Center yang berjudul “Pandemi, Demokrasi, dan Ekstremisme Berkekerasan” yang dilakukan sejak Agustus hingga Desember 2020.

“Pertama, penguatan kembali peran masyarakat sipil dan kebebasan berpendapat. Kedua, menjamin akuntabilitas, check and balance, dan evaluasi pelibatan aktor keamanan dalam penanganan pandemi,” katanya dalam diskusi virtual, pada Senin (22/2).

Ketiga, perbanyak program berbasis komunitas yang menguatkan kohesi sosial dan mendorong solidaritas untuk mengurangi enklusivitas kelompok di masyarakat selama pandemi. 

Keempat, penguatan kembali kontra narasi yang selama pandemi terkesan menghilang.

"Selanjutnya, harus ada tansparansi dan komunikasi publik terkait penanganan COVID-19. Terakhir, program mitigasi dampak pandemi harus bersifat inklusif," tegasnya.

Sopar juga menyinggung terjadi penurunan demokrasi di Indonesia akibat adanya pandemi Covid-19.

"Pertama, terdapat politisasi dan sentralisasi kekuasaan yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan kebijakan pemerintah daerah dan pusat dalam melakukan karantina wilayah, serta munculnya kebijakan-kebijakan yang lahir selama pandemi seperti Undang-Undang Cipta Kerja," katanya.

Kedua, lanjutnya, adanya sekuritisasi penanganan pandemi dengan pelibatan perwira aktif dan purnawirawan dalam sejumlah satuan tugas. Hal ini dinilai menunjukkan ketergantungan pemerintah terhadap aparat.

"Selanjutnya, terjadi peningkatan intoleransi selama pandemi seperti sentimen terhadap warga keturuman Tionghoa karena informasi bahwa virus COVID-19 berasal dari Tiongkok. Gejala intoleransi yang meningkat ini, menjadi enabling factor untuk upaya radikalisasi, khususnya upaya perekrutan," ujar Sopar.

Respons kelompok ekstremisme berkekerasan di Indonesia terhadap pandemi dan penurunan demokrasi cukup beragam. Namun, mayoritas melihat pandemi sebagai kesempatan dan waktu yang tepat untuk mengembangkan jaringan dan melakukan serangan. Di sisi lain, peran militer dalam menangani ekstremisme berkekerasan pun meluas.

168