Home Gaya Hidup Godzilla vs Kong Bisa Dinikmati Semua Kalangan

Godzilla vs Kong Bisa Dinikmati Semua Kalangan

Jakarta, Gatra.com – Film petualangan epik “Godzilla vs Kong” akhirnya resmi dirilis Warner Bros di seluruh dunia tanggal 24 Maret 2021 ini. Disutradarai Adam Wingard, film ini menyuguhkan pertarungan sengit di antara dua monster raksasa, Godzilla si penghuni kedalaman laut dan Kong yang menduduki daratan.

Meski banyak dibalut aksi-aksi kebengisan Godzilla dan Kong, film ini juga berusaha menampilkan kehangatan hati dari kedua monster tersebut. Tak hanya sisi fisik, sisi emosionalnya pun dieksplorasi dan dimunculkan. Kelembutan lain ditunjukkan oleh kehadiran Jia, gadis kecil yang menjadi sahabat si Kong besar sepanjang petualangan.

Petualangan Kong memang menjadi benang merah alur cerita. Kelana Kong untuk pulang ke ‘rumah’ didasari oleh satu teori: memori genetik, atau kecenderungan makhluk-mahkluk titan untuk mencari jati diri asal-usulnya. Teori ini dikemukakan oleh Dr. Nathan Lind, tokoh yang juga membantu kepulangan Kong.

Film ini adalah sekuel dari film “Godzilla: King of the Monsters” yang rilis tahun 2019 silam. Bedanya, kali ini kedua tokoh monster, Godzilla dan Kong, tampak menjadi suguhan utama, sementara screentime tokoh-tokoh manusianya semacam diminimalisir. Plotnya pun jauh lebih solid dan tegas. Grafisnya lebih menawan.

Walau demikian, beberapa kesamaan antara prekuel dengan film kali ini juga ditunjukkan oleh tokoh-tokoh manusianya. Egoisme primitif manusianya tetap ada, yang bahkan pada tingkatan tertentu bisa melampaui egoisme Godzilla atau Kong sekalipun.

Selain itu, tema keragaman tetap menjadi warna tersendiri, meski keragaman di film prekuelnya dua tahun lalu lebih kental. Keragaman tersebut meliputi tokoh-tokoh berkulit hitam dan orang-orang Asia sebagai pemeran penting dalam film hingga variasi setting geografis film.

Dalam rilis pers film “Godzilla vs Kong”, sutradara Adam Wingard bahkan menyatakan, “Anda bisa melihat mereka [Godzilla dan Kong] sebagai monster yang merepresentasikan Timur dan Barat, Godzilla mengamuk di Tokyo dan Kong diangkut ke New York.”

Di film prekuelnya yang dirilis dua tahun lalu, tokoh Dr. Chen, anggota Monarch dengan identitas perempuan Asia, bahkan secara eksplisit menyatakan kalau membunuh naga adalah konsep Barat. “Di Timur, naga adalah makhluk suci yang membawa kebijaksanaan, kekuatan, dan bahkan pembebasan.”

Tema keragaman ini telah menjadi salah satu bumbu-bumbu konflik kultural dalam film ini. “Akan tetapi, bagaimana pun cara Anda mempersepsikannya, mereka [Godzilla dan Kong] adalah ikon film yang memberi gairah bagi penonton di seluruh dunia,” ujar sang sutradara.

Produser film “Godzilla vs Kong”, Mary Parent, mengaku kalau penggemar dari kedua tokoh monster tersebut sudah menunggu-nunggu keduanya dipertemukan dalam satu kisah film. “Sehingga menggabungkan mereka berdua sebagai jagoan kelas berat adalah sebuah langkah selanjutnya,” ujar dia.

Ia menambahkan, kalau kisah film ini berdiri sendiri dan tak terkait dengan alur cerita di film sebelumnya. “Oleh karena itu, tak begitu penting untuk mengikuti cerita-cerita di film sebelumnya agar bisa benar-benar menikmati petualangan terbaru ini,” ujarnya.

Kesan inklusif berusaha ditampilkan. Setiap orang dari segala lapisan usia bisa menikmati ceritanya, bahkan meski tak tahu kisah di film-film sebelumnya. “Tak penting apakah Anda mendukung Godzilla atau Kong. Ini semua tentang mengambil popcorn dan menikmati perjalanan yang menakjubkan,” kata Parent.

2065