Home Kebencanaan Bencana NTT, BMKG: Global Warming Itu Nyata

Bencana NTT, BMKG: Global Warming Itu Nyata

Larantuka, Gatra.com – Siklon tropis Seroja menerpa banyak wilayah di Nusa Tenggara Timur pada tanggal 5 April 2021, termasuk wilayah Larantuka, Adonara, Lembata, dan beberapa daerah lain. Siklon tersebut menyebabkan berbagai macam bencana seperti banjir bandang, tanah longsor, hingga pohon tumbang. Bencana ini menyebabkan puluhan korban jiwa meninggal dan ratusan lainnya diungsikan.

Dalam sebuah konferensi pers yang digelar malam ini (5/4), Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan kronologi terjadinya fenomena ini kepada awak media. “Saat itu pada tanggal 2 April, kami mendeteksi adanya potensi terbentuknya siklon tropis. Jadi, tanggal 2 itu masih potensi,” ujarnya.

“Beberapa faktor yang mengakibatkan hal tersebut antara lain yang paling signifikan adalah suhu muka laut yang semakin hangat di wilayah Samudera Hindia di Indonesia, yaitu suhunya mencapai lebih dari suhu rata-rata, yaitu lebih dari 26,5 derajat celcius. Bahkan data terakhir kami memonitor hingga 29 derajat celcius,” paparnya.

“Nah ini berarti ada kenaikan sudah lebih dari 2 derajat celcius. Itu sangat signifikan untuk kondisi cuaca,” tambah Dwikorita.

Ia juga menerangkan kalau kenaikan suhu yang menjadi penyebab terjadinya Siklon Seroja ini tak hanya terjadi di lautan. “Dan selain itu suhu udara di lapisan atas, di lapisan atmosfir menengah pada tekanan 500 milibar, itu juga semakin hangat yaitu lebih dari 7 derajat celcius,” jelasnya.

BMKG juga meyakini kalau penyebab inti terjadinya bencana yang menimpa Nusa Tenggara Timur ini adalah berubahnya iklim global. “Nah, sebelumnya kami juga merilis bahwa perubahan iklim global itu memang nyata ditandai semakin meningkatnya suhu udara, baik di udara maupun di muka air laut,” jelas Dwikorita.

“Dua hal tersebut juga mengakibatkan peningkatan kelembabab udara dan juga mengakibatkan tekanan udara pada zona yang suhunya makin hangat tersebut (sehingga) tekanannya menjadi rendah dibandingkan dengan sekitarnya yang lebih dingin. Akibatnya terjadilah aliran angin, karena sifatnya siklonik, ada pusat yang dikelilingi oleh suhu udara yang lebih dingin, maka terjadilah aliran masa udara atau angin yang sifatnya juga siklonik,” tambahnya.

Dwikorita pun menyebut bahwa peristiwa semacam ini terbilang jarang terjadi di Nusantara. Namun, pemanasan global yang sedang berlangsung saat ini punya andil besar dalam menyebabkan bencana-bencana besar semacam ini terjadi lebih sering.

“Nah, hal ini memang jarang terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia. Namun, sejak 5-10 tahun terakhir ini kejadian siklon tropis itu semakin sering terjadi. Bahkan di tahun 2017 dalam satu minggu terjadi dua kali (siklon tropis),” paparnya.

Untuk itu, ini harus menjadi perhatian mendalam dari dari semua pihak, terutama untuk mencari cara terbaik mengatasinya. “Nah, hal ini menunjukkan bahwa memang dampak perubahan iklim global itu harus benar-benar segera kita antisipasi,” pungkasnya.

622