Home Ekonomi Peneliti Ungkap Alasan di Balik Naiknya Harga Jagung

Peneliti Ungkap Alasan di Balik Naiknya Harga Jagung

Jakarta, Gatra.com – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta, mengungkapkan beberapa kemungkinan alasan di balik naiknya harga jagung baru-baru ini yang membuat banyak peternak mandiri resah.

“Nah, kalau dari pernyataan Kementerian Pertanian yang saya tangkap akar masalahnya adalah struktur pasar yang terdiri dari industri pakan besar di satu sisi. Di sisi lain, ada peternak mandiri,” ungkap Aditya dalam sebuah webinar yang digelar pada Jumat (24/9).

“Kemudian juga tidak ada impor jagung pakan berdasarkan regulasi tadi, baik industri maupun peternak itu berebut terhadap stok domestik yang sama. Nah, tentunya ini kan salah penyerapan antara perusahaan besar dengan peternak kecil tuh berbeda penyerapannya. Nah, ini kemungkinan yang mendorong harga untuk naik,” kata Aditya.

Seperti diketahui, saat ini harga pakan jagung sedang meroket, bahkan sempat menyentuh angka Rp7.000-an per kilogram. Akan tetapi, Presiden Jokowi telah memerintahkan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendag) agar menyediakan jagung bagi para peternak sebagai pakan ternak sejumlah 30 ribu ton dengan harga Rp4.500 per kilogram saja.

Polemik mengenai tingginya harga jagung ini menghantui para peternak. Peternak ayam asal Blitar, Jawa Timur, Suroto, adalah salah satu korbannya. Ia membentangkan poster bernada penuh harap akan datangnya bantuan kepada peternak seperti dirinya tatkala Presiden Jokowi mengunjungi wilayah tersebut beberapa waktu lalu untuk melakukan kunjungan kerja (kunker).

Selain menjadi sebuah kehebohan tersendiri di media sosial dan publik secara umum, peristiwa itu juga terdengar sampai ke telinga anggota DPR. Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP, Sudin, menyoroti polemik tersebut di agenda rapat kerja (raker) Komisi IV DPR RI dengan pihak Kementerian Pertanian (Kementan) pada Senin lalu (20/9).

Sudin tak percaya dengan klaim Kementan bahwa stok jagung saat ini aman dan bahkan surplus walau terjadi defisit di Provinsi DKI Jakarta. Dalam raker tersebut, Wakil Menteri Pertanian, Harvick Hasnul Qolbi, menyatakan bahwa menurut perhitungan Kementan hingga pekan kedua September 2021, stok jagung berada di kisaran 2,30 juta ton.

Sudin sedikit meragukannya. “Sudah dicek ada di pengepul, di pengecer? Saya enggak yakin itu ada. Ini jangan-jangan nanti di gudang-gudang pemilik jagung dipinjem, dipaksa, untuk jual,” ujarnya.

Akan tetapi, pihak Kementan tetap bersikukuh bahwa data tersebut benar adanya. Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan, Moh Ismail Wahab, membenarkan pembaruan data itu.

“Badan Ketahanan Pangan melakukan survei periodik stok jagung di pengepul, gudang GMPT [Gabungan Perusahaan Makanan Ternak], dan pasar. Sedangkan Pusat Data Informasi Pertanian kami secara langsung melalui mantri tani dan harmonisasi data BPS. Datanya sama,” ujar Ismail, seperti dilansir oleh Antara News pada Rabu (22/9).

Hanya saja, menurut Ismail, persoalannya saat ini bukanlah soal produksi, melainkan soal distribusi jagung kepada peternak yang terhambat. Hal ini senada dengan apa yang diucapkan oleh Harvick di agenda raker dengan Komisi IV DPR RI Senin lalu.

Oleh karena itu, Havick menyebut bahwa Kementan telah menawarkan dua solusi, yaitu menyiapkan stimulus bantuan transportasi peniriman produk pertanian dari wilayah surplus ke wilayah defisit dan mengaktifkan Toko Tani Indonesia (TTI) di berbagai wilayah untuk membantu pemasaran produk pertanian yang dihasilkan oleh petani.

Walau demikain, bagi Aditya, sekelumit persoalan mengenai harga jagung ini tetap menimbulkan banyak pertanyaan. “Ya, logikanya jika stok banyak mengapa harga naik?” ucapnya.

828