Home Hukum Siksa di Lapas Yogya: Ditendangi, Disuruh Minum Air Kencing-Onani dengan Sambal

Siksa di Lapas Yogya: Ditendangi, Disuruh Minum Air Kencing-Onani dengan Sambal

Sleman, Gatra.com - Sepuluh mantan narapidana yang pernah mendekam di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY, Senin (1/11). Mereka mengaku kerap disiksa saat menjalani masa tahanan oleh sipir.

Kepada Kepala ORI DIY Budhi Masthuri, Vincentius Titih Gita Arupadatu yang baru bebas Oktober lalu menceritakan pengalaman pilu yang dia alami saat mendekam di LP Narkotika Pakem, Sleman, itu.

"Banyak terjadi pelanggaran HAM di sana, seperti penyiksaan. Saat masuk ke Lapas Apri lalu bersama 12 orang lainnya, tanpa tahu kesalahan, kita langsung dipukul selang dan diinjak-injak pakai kabel," kata Vincen.

Tidak hanya itu, penyiksaan dengan menggunakan penis sapi juga diterapkan petugas, sehingga menyebabkan lengket-lengket di tubuh. Tindakan ini dilakukan petugas dengan alasan bahwa Vincen dan para napi adalah residivis. Padahal Vincen menyatakan tidak semua merupakan residivis, tetapi juga disiksa.

Vincen mengaku penyiksaan ke dirinya berlangsung selama tiga hari berturut-turut, lalu lima bulan selanjutnya dimasukkan dalam sel kering yang tidak bisa dibuka.

Tidak hanya disiksa, petugas menurutnya juga melakukan pelecehan seksual seperti diminta masturbasi menggunakan timun berlubang yang diberi sambal lalu timun itu disuruh untuk dimakan. Ada pula yang disuruh minum air kencing petugas.

"Semua dilakukan petugas. Penyiksaan akan semakin parah jika ada penyidik dari Polda atau Polres datang. Intinya kami menjadi pelampiasan untuk senang-senang," jelasnya.

Sebelum keluar lapas, Vincen juga melihat ada napi yang meninggal karena tidak mendapat perawatan kesehatan dari petugas. Napi tersebut mengidap sakit paru-paru namun tidak pernah diberi kesempatan untuk keluar sel dan pemberian obat sering kali telat.

Menurutnya, napi itu sempat dibawa petugas ke RS, namun dua hari kemudian kembali ke lapas, kolaps dan meninggal.

Yunan Afandi (34), eks napi lainnya bahkan mengaku penyiksaan itu sempat membuatnya lumpuh dua bulan sehingga tidak bisa jalan. Dirinya juga ditempatkan di ruang isolasi dengan jatah makan tiga suap per hari tanpa lauk.

"Itu karena pelanggaran (bawa) HP, terus dipukuli. Sempat ada tes urine, namun hasilnya tes negatif. Oleh petugas disuruh minum saya enggak mau, buat raup (cuci muka) enggak mau, terus dikapyoke (disiramkan), digajuli (ditendang)," katanya.

Di ruang isolasi itu dia juga kerap mendapatkan pukulan hingga menatap petugas pun dirinya tidak berani. Makan pun hanya tiga suap tanpa lauk.

"Di sel kami kurang gerak. Ruangan berkapasitas lima orang diisi 17 orang. Tidur bisanya cuma miring,"  ungkapnya.

Yunan menghuni Lapas Narkotika sejak 2017 dan bebas pada 2021 ini. Menurutnya pada 2017-2020 tidak ada penyiksaan oleh petugas.

Ketua ORI DIY Budi Masturi menjelaskan saat ini baru sepuluh orang yang melapor ke pihaknya. Tapi dirinya meyakini jumlah itu akan bertambah.

"Mereka keberatan atas perlakuan kekerasan dialami di Lapas Narkotika Sleman. Saat ini mereka tengah mempersiapkan laporannya dan itu sesuai dengan SOP kita," katanya.

Dari laporan ini, ORI akan melakukan verifikasi secara formil dan materiil. Setelah itu baru ditentukan langkah-langkah untuk mengklarifikasi laporan itu ke terlapor.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) DIY Gusti Ayu Putu Suwardani mengaku belum mendapatkan laporan mengenai hal itu.

"Kita akan komunikasi dulu lalu kita akan tindaklanjuti kalau memang ada seperti itu insya Allah kita tindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku. Kita kan lihat dulu sejauh mana," ujarnya.

47281