Home Ekonomi Pekerja Kejar UMK Layak di Masa Pandemi

Pekerja Kejar UMK Layak di Masa Pandemi

Karanganyar, Gatra.com -Serikat pekerja Kabupaten Karanganyar menolak penentuan upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2022 menggunakan PP No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Variabel di dalamnya dinilai tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

"PP itu tidak bisa menyesuaikan kondisi di lapangan. Apalagi di masa pandemi, masih ada kebutuhan pokok yang tidak terangkut skemanya. Seperti pembelian masker, hand sanitizer, sabun hingga beli kuota belajar daring bagi anak sekolah," kata Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Karanganyar, Sabat Bambang Ismanto kepada Gatra.com, Rabu (17/11).

Dalam aturan baru, pemerintah menggunakan sejumlah variabel baru seperti, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah, dan anggota rumah tangga (ART) yang bekerja. Selain itu, skema baru membuka opsi penggunaan satu variabel saja antara pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Selain menolak PP no 36 tahun 2021 dijadikan landasan pengupahan tahun 22, serikat pekerja juga tak sepakat seluruh regulasi turunan UU no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Omnibus Law masih dalam sengketa di MK. Pemerintah seharusnya mengabaikan dulu penggunaannya di penentuan upah," katanya.

Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng, Eko Supriyono mengatakan aspirasi kaum buruh dalam memperjuangkan KHL layak disampaikan ke Gubernur Ganjar Pranowo dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, serikat pekerja menginginkan audiensi dengan Bupati Karanganyar Juliyatmono sebelum UMK digedok.

"Sebelum digedok (UMK Kabupaten Karanganyar)  30 November, kami harus ketemu pak bupati dulu. Semua hal urgen harus kami sampaikan supaya menjadi pertimbangan," katanya.

Ia meyakini Pemkab Karanganyar memiliki kebijakan pro kaum buruh. Harapannya, angka UMK dapat ideal. "Selama ini UMK Karaganyar tetinggi di Soloraya. Pada 2021 ditetapkan Rp2.050.000," katanya.

Ia menghitung kebutuhan belanja hand sanitizer, masker, sabun dan kuota internet belajar daring anak mencapai Rp300 ribu per bulan. Belanja itu belum dihitung sama sekali dalam skema pengupahan.

"Kita belum bicarakan penggunaan regulasi. Tapi sodorkan realita-realitanya," katanya.

1121