Home Hukum Pakar Hukum UIN: Perubahan UU Cipta Kerja Usai Putusan MK Tidak Mudah

Pakar Hukum UIN: Perubahan UU Cipta Kerja Usai Putusan MK Tidak Mudah

Yogyakarta, Gatra.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional. Dosen hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie, mengatakan perubahan formil tidak akan mudah dilakukan.

"Yang harus dipahami oleh publik dan media, ini bukan pengujian materiil, tapi uji formil. Uji formil itu tidak terkait dengan materi muatan pasal-pasal di dalamnya, tetapi terkait dengan proses politik pembentukan UU," kata Gugun kepada Gatra.com, Jumat (26/11).

Dalam konteks ini, Gugun menjelaskan, pemohon mendalilkan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja itu minim transparansi ke publik, melanggar asas transparansi, dan menggunakan model penyusunan Omnibus Law yang melanggar kepastian hukum.

Putusan MK itu berbunyi inkonstitusional bersyarat, sehingga berarti sejak putusan itu dibacakan, UU Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi sampai syarat perbaikan yang diminta MK dipenuhi dalam jangka dua tahun oleh pembentuk undang-undang, yakni DPR dan presiden.

"Waktu dua tahun itu tidak mudah untuk memperbaiki aspek formil. Apalagi melihat kinerja legislasi DPR dan presiden yang performanya tidak bagus,"  lanjut Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga ini.

Dengan begitu, menurut Gugun, seluruh peraturan pelaksana, dari Perpres, PP, Permen, dan aturan turunan lainnya, tidak boleh lahir sampai syarat perbaikan dipenuhi. Putusan MK ini juga menjadi momentum bahwa peluang pengujian formil di MK terbuka.

"Bukan hanya uji materiil terkait hierarki norma saja, tetapi law making process legislation (proses pembentukan UU) bisa dipertimbangkan oleh MK," ujarnya.

Adapun Ketua Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) DIY, Irsyad Ade Irawan, mengapresiasi keputusan MK dan meminta Presiden Joko Widodo mencabut UU Cipta Kerja dan turunannya.

"Dalam hal jika presiden tidak segera mencabut UU Cipta Kerja, maka kami akan mengajukan gugatan pengujian pasal-pasal klaster ketenagakerjaan, yang mana gugatan tersebut akan dikabulkan oleh majelis hakim MK dan akan dinyatakan inkonstitusional dan segera tidak berlaku," tegas Irsyad lewat pernyataan tertulis.

Kepada Gubernur DIY, KSPSI juga mendesak segala macam kebijakan daerah yang berdasarkan UU Cipta Kerja dan turunannya dibatalkan. Aturan itu meliputi penetapan upah, buruh kontrak (PKWT), alih daya, PHK dan pesangon, hubungan kerja dan waktu istirahat.

1920