Home Milenial Politisi Perlu Dengar Milenial Marah yang Coba Selamatkan Bumi

Politisi Perlu Dengar Milenial Marah yang Coba Selamatkan Bumi

Amsterdam, Gatra.com - Menjadi seorang influencer di era kini sangat mudah. Tinggal membuat akun sosial media. mengisinya  dengan foto-foto kece bertema gaya hidup, bahkan hedonisme, maka penggemar pun akan berdatangan.  Namun gaya seperti ini tidak terjadi dengan Jackson Groves (26). Influencer perjalanan Australia dengan lebih dari 320.000 pengikut pada akun Instagram @jackson.groves ini menghabiskan hidupnya dengan menjelajahi dunia dengan trekking di hutan-hutan Indonesia, melompat dari tebing di Panama, dan scuba diving di perairan perawan Maladewa.

Selain itu, Groves, yang memiliki kemiripan dengan aktor Jason Momoa dalam film Aquaman, mengorganisir pembersihan lingkungan dari destinasi populer yang sudah overtourism alias sudah terlalu banyak orang yang datang dan menyebabkan kualitas liburan di sana jadi menurun.

Belum lama ini, Grovers membuat gerakan Petualangan Tas (Adventure Bag movement) yang berkolaborasi dengan organisasi akar rumput. Dalam gerakan ini, bahkan pejabat pemerintah seperti Menteri Lingkungan Hidup untuk Australia Selatan David Speirs, juga ikut bergabung untuk membantu pembersihan sepanjang Pantai Seacliff di Adelaide.

Sebagai jurnalis, fotografer, sekaligus blogger, Groves memang suka mengumpulkan sampah. Tampilan Instagramnya yang dikuratori dengan indah memang berisi dengan gambar menakjubkan perairan biru dan hutan yang rimbun. Tapi tidak itu saja, banyak foto Groves yang memegang kantong-kantong sampah dengan pose khasnya, salah satunya di pantai El Nido, d Palawan, Filipina.

Lewat influencer seperti Groves, Profesor psikologi Mark van Vugt dari Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda mengatakan bahwa generasi milenial yang marah inilah yang harus diperhatikan oleh para politisi. Sebab mereka adalah agen perubahan yang akan menyelamatkan bumi dari kerusakan-kerusakan.

Dalam sebuah kuliah umum di Singapura, Profesor Evolusi, Kerja, dan Psikologi Organisasi dari Vrije Universiteit Amsterdam tersebut membicarakan masalah-masalah yang melibatkan modal manusia, pendidikan, kepemimpinan, dan keberlanjutan di Asia. Van Vugt berbicara tentang bagaimana pemahaman tentang psikologi dan sifat manusia dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan strategi intervensi untuk mengatasi masalah lingkungan.

Solusinya, terletak pada mengubah pola pikir lewat influencer di sosial media, di mana mereka sadar dengan menghargai lingkungan dan bumi secara sosial. Kaum milenial seperti Groves jelas bisa mengubah hal ini.

“Perubahan akan lebih banyak datang dari gerakan massa daripada dari pemerintah atau sektor swasta. Ini adalah kaum milenial yang marah yang benar-benar ingin mengubah masa depan, " kata van Vugt, dikutip CNA Luxury, Selasa (23/4).

Mereka marah atas apa yang telah dilakukan generasi orang tua mereka terhadap planet ini, generasi milenial menjadi korban, maka ia melakukan dan melihat sesuatu lewat cara pandang yang berbeda.

“Generasi sebelum mereka bisa lolos dengan mencemari lingkungan dan menghancurkan habitat sehingga mereka memprotes, dan ini adalah orang-orang yang harus diperhatikan oleh para politisi,” lanjut van Vugt.

Namun, pada akhirnya, ia percaya bahwa adalah tanggung jawab kolektif umat manusia untuk membangun perubahan perilaku yang berkelanjutan dengan menjadi lebih sadar tentang pilihan yang masyarakat buat.

Menurut van Vugt, ada lima bias psikologis yang muncul dari biologi evolusioner dan psikologi sosial yang terus mempengaruhi perilaku lingkungan, yaitu menilai pribadi daripada hasil kolektif (kepentingan pribadi); lebih memilih hadiah langsung daripada tertunda; menilai relatif dari status absolut; meniru perilaku orang lain, dan mengabaikan masalah yang tidak bisa kita lihat atau rasakan.

Mengatasi beberapa bias ini, dapat melibatkan sesuatu yang sederhana seperti mendorong orang untuk menghargai keindahan dunia alami. Dengan apresiasi yang tinggi terhadap alam, mereka akan cenderung untuk menghancurkannya atau mengabaikan masalah lingkungan. "Dan mereka akan mulai lebih memahami pentingnya melestarikan spesies dan lingkungan," jelas van Vugt.

Infrastruktur yang mendukung juga perlu ada untuk membuat pilihan ramah lingkungan lebih dapat diterima secara sosial. "Seperti menawarkan insentif pajak untuk mempengaruhi orang agar membeli mobil hibrida atau listrik dan menyediakan stasiun pengisian listrik yang cukup untuk memudahkan transisi,” imbuhnya.

Dari kelima bias itu, peniruan sosial mungkin menjadi faktor paling kuat dalam kotak peralatan psikolog dan pembuat kebijakan saat ini. "Dapatkan tokoh panutan dan selebritas penting untuk mengadopsi perilaku yang benar dan sisanya akan secara otomatis mengikuti," ujar van Vugt.

854