Home Politik Sandiaga Uno Sebut Jokowi Sudah Akui Adanya Kecurangan di Pemilu

Sandiaga Uno Sebut Jokowi Sudah Akui Adanya Kecurangan di Pemilu

Jakarta, Gatra.com - Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno menyebut Presiden Joko Widodo telah mengakui adanya kecurangan di Pemilu 2019. Hal itu ia sampaikan setelah mengunjungi relawan M-16 di Masjid At-Taqwa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Sekarang saya sudah mendapat laporan yang cukup komprehensif dari Jawa Timur dan beberapa daerah di Banten, ada kecurangan. Presiden sendiri sudah menyampaikan ada kecurangan," ujar Sandi seusai acara, Minggu (28/4).

Atas temuannya itu, Sandi meminta kepada relawannya agar memastikan kecurangan tersebut untuk diidentifikasi, didokumentasikan, hingga dilaporkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Ini akan terus berlangsung sampai 22 Mei, dan sekarang sudah banyak permintaan untuk turun ke beberapa daerah karena banyak sekali [kecurangan]. Seperti di Surabaya kemarin, karena saya tidak datang, laporan itu tidak terlalu diangkat di media" terang Sandi.

Sandi menambahkan, pihaknya sudah sampaikan rekomendasi kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah bahwa ada 8 ribu TPS yang harus melakukan penghitungan suara ulang. "Kita juga mencegah adanya intimidasi karena kita semua sama-sama menginginkan Pemilu yang jujur, adil dan bermatrabat.

Sandi menyebut, pihaknya sudah memastikan rangkaian pemilu dari sebelum saat hingga setelah 17 April, atau hari pencoblosan.

"Kita pastikan rangkaian itu [benar]. Karena ini kan bukan tentang siapa yang menang atau kalah, tapi bagaimana proses ini bermatrabat. [Kita awasi] bukan hanya penyelenggaraan, tapi juga pengamanan," kata Sandi.

Namun lebih lanjut, Sandi enggan mengomentari kinerja KPU. Ia hanya mengulang pernyataan dari Jokowi.

"Saya enggak mau menilai kerja dari KPU, Presiden kemarin sudah bilang ada kecurangan. Dan kita pastikan bahwa yang bisa kita lakukan proses ini dikawal," ucap Sandi.

Soal petugas yang meninggal saat bertugas, Sandi menyayangkan pola kerja yang terkesan 'kejar tayang'. Karena menurutnya, dengan pola seperti itu korban akan terus bertambah.

"Ini tentu bertentangan dengan nilai hak asasi manusia," tutur Sandi.

"Kalau orang disuruh kerja dari jam 8 [pagi] sampai 12 malam kelelahan kan hanya untuk mementingan tenggat waktu atau deadline. Itu sangat tidak manusiawi menurut saya," imbuhnya. 

94170