Home Ekonomi May Day, Suara Buruh Tentukan Pemimpin

May Day, Suara Buruh Tentukan Pemimpin

Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Pro Jokowi (PROJO), Budi Arie Setiadi, menyampaikan, gerak zaman telah mengubah buruh menjadi satu kekuatan politik yang sangat penting dan suara mereka menentukan kepemimpinan.

"Buruh menjadi kekuatan politik yang sangat penting. Suara buruh menjadi penentu kepemimpinan," kata Budi di Jakarta, Rabu (1/5), menyambut peringatan hari buruh sedunia, M?ay Day.

Kenapa demikian, lanjut Budi, karena buruh memiliki serikat, bahkan partai politik. Suaranya menentukan kebijakan publik. Melalui politik, buruh sedang memperjuangkan keadilan sosial. Suatu cita-cita yang dipancangkan para pendiri bangsa. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Tanggal 1 Mei merupakan penanda bahwa buruh adalah kelompok sosial yang sangat penting. Hari yang mesti diingat bahwa kesejahteraan buruh adalah perjuangan milik semua orang. Bukan hanya milik buruh. Kesejahteraan buruh adalah juga kesejahteraan sosial. Dengan demikian kesejahteraan buruh adalah penanda hadirnya keadilan sosial!" ujarnya.

Budi menyampaikan, bahwa buruh merupakan penanda dunia modern. Namun dunia kemudian mengecualikan dan menghempas buruh dalam strata sosial paling bawah. Selama beratus tahun, buruh hidup di dalam kemiskinan. Upah yang sangat rendah tidak linier dengan jam kerja yang sangat tinggi.

Ironisnya, peradaban dunia modern dibangun dari tenaga dan keringat buruh mulai dari barang kecil remeh-temeh sampai gedung pencakar langit. Dari kedai makan pinggir jalan, sampai restoran super mewah, makanan diolah dan disajikan para buruh.

"Selama beratus tahun, hidup buruh tak beranjak baik. Buruh menjadi bagian yang 'bukan bagian' di dalam masyarakat. Tenaganya dengan mudah ditukar-ganti," ujarnya.

Menurut Budi, buruh tumbuh dan berkembang dalam ragam kerja. Dari hubungan produksi barang sampai jasa pelayanan. Jumlah buruh terus bertumbuh, sebagai penanda kemajuan dunia modern. Namun, sebagai penopang dunia modern, buruh masih terpinggirkan.

"Sampai hari ini kaum pekerja dan buruh, secara sosiologis masih belum mampu mengubah nasibnya sebagai kelompok sosial pinggiran. Kelompok sosial yang hidup dengan upah minimal," ujarnya.