Home Politik Dugaan Penganiayaan Dua Jurnalis di Bandung Ini Sikap Komite Keselamatan Jurnalis

Dugaan Penganiayaan Dua Jurnalis di Bandung Ini Sikap Komite Keselamatan Jurnalis

Jakarta, Gatra.com - Dugaan penganiayaan terhadap jurnalis kembali terjadi. Kali ini, fotografer Tempo, Prima Mulia, dan jurnalis lepas Iqbal Kusumadireza yang disapa Reza, menjadi korban saat meliput Hari Buruh Internasional di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat.

Berdasarkan kronologis yang dirilis Komite Keselamatan Jurnalis, kejadian itu bermula pukul 10.30 WIB, Reza dan Prima sedang berkililing sekitar Gedung Sate untuk memantau kondisi pergerakan buruh yang akan berkumpul di Gedung Sate. Saat tiba di Jalan Singaperbangsa, sekitar Dipatiukur, Prima dan Reza melihat ada keributan antara polisi dengan massa yang didominasi baju hitam.

Saat bentrok antara massa dengan polisi terjadi, Reza dan Prima langsung mengambil gambar dengan kamera. Ketika Reza mulai beralih mengambil gambar momen yang lain, tiba-tiba dirinya dipiting oleh anggota Polrestabes Bandung.

Saat dipiting, polisi tersebut membentak Reza sambil merampas kamera yang dibawanya. Perampasan kamera disertai juga dengan tindak kekerasan pemukulan ke bagian lutut dan tulang kering kaki kanan Reza.

Padahal saat dipukul dan kamera miliknya dirampas Reza berkali-kali mengatakan kalau dirinya adalah jurnalis yang dibuktikan dengan kartu pers yang dibawanya.

“Sebelum kamera diambil juga sudah ditendang-tendang. Saya mempertahankan kamera saya. Sambil bilang saya jurnalis,” kata Reza.

Dugaan kekerasan juga dialami Prima, yang sempat disekap oleh tiga polisi Polrestabes Bandung. Prima mendapat ancaman dan foto-foto dari kameranya dihapus oleh polisi bersangkutan.

"Saya sama Reza bisa masuk untuk ambil gambar kekerasan oleh polisi. Wartawan lain dicegat tidak boleh masuk area kerusuhan. Polisi menghajar pendemo sambil tembak senjata ke udara berkali-kali ke udara. Saat ngambil gambar itulah, saya ditangkap 3 orang polisi preman sambil mengancam minta gambar dihapus. Dari situ saya liat Reza mengalami kekerasan fisik dan didorong sampai jatuh. (Akhirnya) semua file foto dihapus,” kata Prima.


Baca juga: 

Liput Hari Buruh, Jurnalis Foto di Bandung Dipiting Oknum Petugas

Diduga Piting Jurnalis di Bandung, Ini Klarifikasi Polisi

Jurnalis Perempuan Masih Rentan Didiskriminasi


Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Abdul Manan telah mengonfirmasi kasus tersebut. "Itu ditangani teman-teman AJI Bandung dan LBH Pers (Lembaga Bantuan Hukum)," terang Manan saat ditemui di kantor AJI Jakarta, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (1/5).

Manan menjelaskan, latar belakang kekerasan yang dilakukan terhadap jurnalis tak lepas dari risiko yang diterima sebagai pihak yang tak bisa menyenangkan semua orang.

"Ini problem laten terhadap wartawan karena secara naluriah profesi ini hampir tidak bisa membuat semua orang senang. Itu salah satu pemicu utama kekerasan (terhadap jurnalis). Memang tugas wartawan tak membuat semua orang senang, tapi mengabarkan kebenaran," papar Manan.

Manan melanjutkan, sikap organisasi jurnalis seperti AJI akan menjadi garda terdepan untuk mengingatkan agar kekerasan tidak berulang dan mendorong pelaku agar diadili. Bagi Manan, pelaku kekerasan yang tidak diadili ini nantinya akan menciptakan kultur impunitas, tidak jera melakukan kekerasan.

Soal dugaan pelaku kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, Manan menilai kecenderungan aparat memang kurang berkomitmen untuk melindungi wartawan. Padahal, melindungi wartawan adalah kewajiban yang termaktub dalam konstitusi.

"Celakanya, aparat keamanan sering menjadi pelaku kekerasan. Mereka ada naluriah untuk bersikap sewenang-wenang karena punya kekuasaan, senjata, abuse of power-nya sangat besar," tutur Manan.

Sehingga, kata Manan tantangannya saat ini bagaimana membuat aparat keamanan lebih mematuhi undang-undang dengan memberikan perlindungan kepada wartawan. 

Sebelumnya, Komite Keselamatan Jurnalis juga sudah menentukan sikap atas kasus kekerasan yang menimpa dua jurnalis pagi tadi. Berdasarkan keterangan tertulisnya, kekerasan tersebut merupakan bentuk tindakan penghalang-halangan kerja jurnalistik sesuai Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan ancaman hukuman 2 tahun dan denda Rp500 juta.

Adapun sikap dari Komite Keselamatan Jurnalis adalah sebagai berikut:

1. Tindakan anggota Polrestabes Bandung secara jelas melakukan tindak pidana penganiayaan dan kekerasan sesuai dengan Pasal 351ayat (1) dan (2) Kitab undang-Undang Hukum Pidana;

2. Tindakan Polrestabes Bandung telah melakukan upaya penghalang-halangan kerja jurnalis yang dapat diancam pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;

3. Mendesak pihak Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung untuk menindak dan melakukan proses hukum terhadap anggotanya yang melakukan penganiayaan, kekerasan, dan upaya penghalang-halangan kerja jurnalistik. Sekaligus mendesak pihak Profesi dan Pengamanan Polrestabes Bandung untuk memecat anggotanya tersebut;

4. Mendorong berbagai pihak khususnya aparat penegak hukum untuk menjaga dan menghormati kerja-kerja jurnalis sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;

Komite Keselamatan Jurnalis merupakan inisiatif kolaborasi 9 lembaga pers dan lembaga masyarakat sipil untuk perlindungan Jurnalis serta mengawal isu-isu kemerdekaan pers.

Sembilan lembaga itu antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Safenet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesti International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI).

851