Home Teknologi Efektivitas Mitigasi Tsunami dengan Cemara Udang di YIA Dipertanyakan

Efektivitas Mitigasi Tsunami dengan Cemara Udang di YIA Dipertanyakan

Yogyakarta, Gatra.com - Bandar Udara Internasional  Yogyakarta atau Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggunakan tanaman pohon cemara udang dan pulai di tepi pantai sebagai upaya mitigasi bencana. Namun efektivitas cemara udang mengurangi energi tsunami dianggap masih kurang.

Perekayasa di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko mengungkapkan, setiap pohon mempunyai kerapatan ilmiah. Kerapatan ini adalah jarak satu pohon dengan pohon lain termasuk dengan memperhitungkan kanopi atau kerindangan pohon.

"Sehingga pohon tidak bisa (ditanam) sangat rapat. Jadi kalau terlalu rapat tidak bisa. Pohon akan mati," kata peneliti tsunami ini kepada Gatra.com, Jumat (3/5).

Adapun pohon jenis cemara udang mempunyai kerapatan ilmiah sekitar empat sampai lima meter. Jika dibandingkan dengan jenis pohon lain, cemara udang tergolong tidak terlalu rapat.

"Secara keseluruhan kerapatan pohon cemara udang tidak terlalu rapat. Beda dengan mangrove dan bakau. Oleh karena itu, tingkat reduksi tsunaminya itu tidak terlalu tinggi sebetulnya," katanya.

Sesuai perhitungan ilmiah, kerapatan cemara udang di pantai selatan DIY kurang dari satu persen. Dengan lebar area tanam 55 meter, jarak antar-pohon lima meter, dan diameter pohon 10 centimeter, cemara udang hanya mampu mengurangi empat persen ketinggian tsunami.  . 

"Artinya kalau mau mengurangi energi tsunami yangg cukup signifikan butuh area (lahan hijau) yang lebar sekali. Bisa 200 sampai 300 meter," kata pria lulusan S3 Leibniz University, Hannover, Jerman itu.

Selain cemara udang, pohon pulai juga akan ditanam sebagai sabuk hijau bandara baru di DIY tersebut. Menanggapi hal ini, Widjo mengatakan upaya mitigasi bukan untuk mengurangi energi tsunami, melainkan alternatif evakuasi. Pulai bisa digunakan untuk tujuan ini.

"Jadi misalnya ada tsunami dan tempat larinya jauh, orang itu bisa vertikal naik (memanjat) ke atas. Karena pohon pulai itu bisa besar sekali dan tinggi, mitigasi dengan pulai diharapkan bisa seperti itu," ucapnya.

Widjo mendukung program mitigasi berupa penanaman pohon di bandara Kulonprogo tersebut. Namun ia juga meminta tetap harus dicari alternatif tanaman lain.

"Sementara ini program itu kami dukung, dalam kaitannya menghijaukan pantai. Tetapi perlu kajian lebih lanjut terkait efektivitasnya (mitigasi tsunami). Perlu dicari alternatif vegetasi lain untuk dikombinasikan supaya lebih efektif lagi," katanya.

Selain cemara udang dan pulai, Widjo menyebut tanaman bakau dan mangrove. Pohon pandan pantai juga bisa, tapi perlu kajian mendalam.

"Bakau hanya bisa ditanam di pantai yang landai dan berlumpur, seperti Pantai Utara Jawa di teluk-teluk. Kalau yang rapat, itu pandan pantai. Tapi memang belum dibudidayakan, masih liar. Ini masih dalam kajian," ucapnya.

Kawasan sabuk hijau atau green belt untuk mitigasi bencana tsunami Bandara Internasional Yogyakarta mulai digarap. Pada Kamis (2/5), Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah membantu sebanyak dua ribu bibit untuk ditanam di kawasan Pantai Glagah, tepat di antara laut dan bandara.

Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, dua ribu bibit tanaman itu di antaranya seribu bibit cemara udang dan sisanya pulai. Tanaman ini tidak hanya akan ditanam di Bandara Kulonprogo, melainkan juga jadi program nasional untuk daerah rawan tsunami, seperti pantai barat Sumatera, bagian selatan Jawa, hingga wilayah timur Indonesia.

"Kalau sekarang apabila ada tsunami dan tingginya lebih dari tujuh meter, ya pasti masuk ke dalam (daratan) ya. Tetapi kalau pohon ini sudah besar, jangka waktu 5-10 tahun, baru pohon-pohon ini efektif," pungkasnya.

Reporter: Ridho Hidayat

1492