Home Gaya Hidup Semaan Alquran, Tradisi Menjelang Berbuka di Masjid Kauman

Semaan Alquran, Tradisi Menjelang Berbuka di Masjid Kauman

Semarang, Gatra.com -  Pada saat Ramadan, aktivitas di kompleks Masjid Agung Kauman Semarang  kian ramai. Selepas salat zuhur, jemaah dengan sabar menanti kehadiran Kiai Haji Akhmad Naqib Noor untuk semaan Alquran. Semaan adalah tradisi membaca dan mendengarkan pembacaan Alquran di kalangan masyarakat pesantren.

Ahmad Muhaimin, salah satu pengurus Masjid Agung  Kauman mengakui, para jemaah  senantiasa antusias mendengar semaan tafsir-tafsir Alquran yang disampaikan dalam bahasa Jawa di serambi masjid. Kini, semaan dipimpin oleh K.H. Akhmad Naqib, penerus  K.H.  Abdullah Umar.

Menurut Kiai  Naqib, semula, semaan itu merupakan ikhtiar dan kiat para ulama Semarang  yang menginginkan agar kitab suci agama Islam  tak sekadar dibaca dan dihafalkan. “Sema’an, berasal dari kata simak atau menyimak. Diharapkan, jemaah yang ikut mengaji dengan bantuan penutur yang bisa menafsirkannya dalam bahasa Jawa sehingga mudah dipahami maksud dan isi surat yang dibacakan tersebut,” kata Naqib.

Setiap hari,  kata Naqib, kegiatan semaan di Masjid Besar Kauman  dilakukan seusai salat zuhur  hingga menjelang asar. Yang lebih khas lagi, adalah suasana  selama hampir tiga jam semaan  berlangsung.

Sebagai penutur yang al-hafid atau hafal Alquran, K.H. Akhmad Naqib tidak perlu berada di atas mimbar atau tempat khusus. Ia menyampaikannya sembari duduk bersila  di tengah-tengah jemaah  yang mengelilinginya. Aktivitas itu  bak  pendongeng yang dikelilingi ratusan pendengar.

Berdasarkan catatan Masjid Kauman,  semaan  tersebut , telah berlangsung  selama 30 tahun.  Dalam sehari, biasanya  Naqib membaca  lebih dari satu juz. Dengan begitu, seluruh isi Alquran  selesai ditafsirkan kurang dari sebulan atau sebelum Ramadan berlalu.

Naqib tak merasa takjub  atas kehadiran umat muslim yang berbondong-bondong mendatangi Masjid Kauman setiap  Ramadan untuk mendengarkan tafsir yang disampaikannya. Ia mendengar pengakuan para jemaah yang rata-rata merasakan cocok dengan tafsir yang disampaikan dalam bahasa Jawa serta mengadopsi contoh-contoh sikap keseharian masyarakat ini.

“Mereka mengaku mendapatkan pencerahan baik batin maupun pikir di tengah impitan kondisi,” ujarnya.

Setiap ayat dikupas dan dijabarkan maksud dan tujuannya dengan bahasa yang lugas dan enak. Sehingga menjadikan segalanya mudah dipahami,  dalam konteks kehidupan kekinian. Karena itu, tak mengherankan  bila jemaah semaan Alquran di Masjid Kauman ini berasal dari berbagai golongan atau strata sosial di masyarakat.

Mereka tidak hanya berasal dari kota Semarang, tapi juga dari daerah di sekitar kota Semarang. Ada pula yang dari Kendal, Ungaran, Demak, Salatiga, dan Grobogan. “Mereka pada umumnya mengetahui kegiatan ini secara turun-temurun. Ada yang dulu diajak kakek dan neneknya, atau kerabat lainnya,”  katanya. 

K.H. Akhmad Naqib merupakan generasi kedua, setelah K.H. Abdullah Umar, ulama besar Semarang,  penggagas kegiatan ini, wafat beberapa tahun yang lalu. 

2971