Home Gaya Hidup Masuk TorinoFilmLab, Film Indonesia Crocodile Tears Bersanding dengan 9 Negara Lain

Masuk TorinoFilmLab, Film Indonesia Crocodile Tears Bersanding dengan 9 Negara Lain

Jakarta, Gatra.com - Proyek film Indonesia, Crocodile Tears, terpilih mengikuti ajang La Fabrique Cinéma de l'Institut Français 2019 dan TorinoFilmLab (TFL) FeatureLab 2019. Film ini direncanakan akan diproduksi pada 2020.

Crocodile Tears merupakan proyek film feature yang tengah digarap oleh sutradara dan penulis Tumpal Tampubolon, yang diproduseri oleh Mandy Marahimin di bawah rumah produksi Tanakhir Films. Dengan pendekatan drama-suspense, film ini berlatar belakang kehidupan sebuah keluarga di sebuah peternakan buaya. Film ini hendak mengangkat sekaligus mempertanyakan konsep keluarga di Indonesia.

“Saya hidup dalam masyarakat yang berpegang teguh pada tradisi yang disebut ‘nilai keluarga’. Bahwa keluarga yang sempurna adalah keluarga dengan ayah, ibu, putra, dan putri. Citra keluarga yang sempurna ini juga dipaksakan oleh pemerintah berupa program Keluarga Berencana yang diprakarsai rezim Orde Baru. Maka dari itu, saya ingin membuat film ini untuk berkontribusi dalam percakapan tentang apa sih yang disebut ‘nilai keluarga’ ini?” ujar Tumpal dalam pernyataan yang diterima Gatra.com, Senin (6/5).

Baca Juga: Film Kucumbu Tubuh Indahku Diboikot, Produser Ifa Isfanyah Buka Suara

Ini menjadi proyek film feature pertamanya sebagai sutradara. Sebelumnya, Tumpal aktif membuat sejumlah film pendek. Dia juga merupakan penulis naskah untuk film-film seperti Wiro Sableng 212 (2018), Tabula Rasa (2014), dan Rocket Rain (2013). Tumpal memenangkan Piala Citra untuk kategori Penulis Naskah Terbaik dalam film Tabula Rasa.

Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengawali karirnya sebagai sutradara dan penulis film pendek seperti The Last Believer (2006), Drum Lesson (2008), Mamalia (2010), dan Soleram (2011). Pada 2007, Tumpal terpilih mengikuti Asian Young Filmmakers Forum, sebuah program residensi di Jeonju, Korea Selatan. Tumpal juga pernah mengikuti Berlinale Talent Campus di Berlin, Jerman pada 2009 dan Asian Film Academy di Busan, Korea Selatan pada 2010.

Jejak karya Tumpal ini kemudian membuat Mandy tertarik memproduseri Crocodile Tears. “Saya selalu ingin bekerja dengan Tumpal. Saya menyukai film-film pendeknya karena Tumpal memiliki cara unik dalam menangkap hal-hal ganjil dari kenyataan. Kualitas itulah yang selalu membuat filmnya menjadi film yang unik untuk ditonton,” ujar Mandy yang memulai karirnya sebagai publisis di Miles Films di 2000. Film pertamanya adalah Ada Apa dengan Cinta?.

Baca Juga: Pariban: Idola dari Tanah Jawa Kenalkan Adat Batak Lewat Komedi

Keinginan yang besar untuk memahami setiap aspek pembuatan film mengantar Mandy menjadi Produser Lini dan kemudian Produser di beberapa film, sampai kemudian mendirikan rumah produksinya sendiri, Tanakhir Films, pada 2013. Bersama Tanakhir Films, Mandy sudah memproduksi Cinta dari Wamena (2013), film pendek Rock ‘N Roll (2015), dokumenter pendek A Man with 12 Wives (2017) yang ditayangkan di NHK World, dan yang terkini adalah dokumenter panjang berjudul Semesta (2018). Mandy juga pernah menjadi Associate Producer untuk film Ada Apa dengan Cinta 2 bersama Miles Films. Kali ini, bersama Tumpal dengan proyek Crocodile Tears, Mandy berharap bisa memproduksi film yang didistribusikan dan bertemu dengan audiens internasional.

Sebelumnya, proyek film Crocodile Tears juga pernah mengikuti program serupa seperti SEAFIC 2018, Link of Cine-Asia 2018 di Busan, Produire Au Sud 2018 di Nantes, dan Singapore Asian Film Financing 2018.

La Fabrique Cinéma de l'Institut Français 2019 akan berlangsung pada 14-25 Mei 2019 bersamaan dengan Festival Film Cannes ke-72 di Cannes, Prancis. La Fabrique Cinéma de l'Institut Français sendiri adalah program yang dirancang untuk meningkatkan sorotan internasional terhadap para sutradara muda berbakat dari negara-negara berkembang. Setiap tahun, program ini mengundang sepuluh sutradara yang mengerjakan film feature pertama atau kedua mereka bersama dengan produsernya untuk menghadiri Festival Film Cannes dan serangkaian kegiatan yang sudah dirancang.

Baca Juga: Film Martabak Bangka, Alkuturasi Budaya Etnis Melayu dan Tionghoa di Bangka Belitung

Pada 2019 ini, Tumpal dan peserta lain dari Mesir, Argentina, Brazil, Rwanda, Bangladesh, India, Laos, Burkina Faso, dan Tunisia berkesempatan mengembangkan proyek film masing-masing bersama Mira Nair, sutradara Salaam Bombay! peraih Camera d’Or, Film Festival Cannes 1988, sebagai patron La Fabrique Cinéma de l'Institut Français tahun ini.

Torino FeatureLab merupakan salah satu program dari TorinoFilmLab (TFL) yang memilih proyek-proyek film dari sutradara untuk film pertama atau kedua mereka yang telah dikembangkan ke dalam bentuk skenario. Program ini berfokus pada pengembangan dari aspek artistik, kreatif, strategi produksi, sampai promosi. Lokakarya residensial pertama untuk FeatureLab 2019 akan berlangsung pada 1-7 Juni 2019 di Bordeaux, Prancis dan diikuti sebelas proyek film dari Kolombia, Nepal, Italia, Israel, Polandia-Kanada, Lithuania, Amerika Serikat, Swiss, dan Romania

Sejak 2017, TFL menjalin kemitraan dengan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF), berupa dukungan penuh partisipasi proyek Indonesia terpilih. Pada 2017, dua proyek film Indonesia terpilih mengikuti program FeatureLab yaitu Autobiography (sutradara Makbul Mubarak) dan Tale of the Land (Loeloe Hendra). Kemudian proyek film Yuni (sutradara & penulis Kamila Andini, ko-penulis Prima Rusdi) terpilih mengikuti FeatureLab 2018, sedangkan proyek Therefore I am (sutradara & penulis Wregas Bhanuteja, Ko-Penulis Daud Sumolang) mengikuti program ScriptLab yang berfokus pada pengembangan naskah pada tahap awal. Pada 2019, TFL memilih proyek karya Bayu Prihantoro Filemon (penulis dan sutradara) dalam program ScriptLab.

 

 

1369