Home Politik Gubernur NTT Diminta Tunaikan Janji Patahkan Kaki Pelaku Human Traficking

Gubernur NTT Diminta Tunaikan Janji Patahkan Kaki Pelaku Human Traficking

Kupang, Gatra.com - Sekitar 72 anggota kelompok organisasi kemanusiaan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang peduli human trafficking Senin 6 Mei 2019 melakukan aksi demo di kantor Gubernur NTT. Mereka mempersoalkan masalah perdagangan manusia NTT yang belakangan makin marak, padahal Pemprov NTT sudah berjanji mau moratorium masalah ini. 

“Hari ini kami datang tagih janji Gubernur NTT. Bilang sudah moratorium tetapi perdagangan manusia semakin marak. Bahkan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil GUbernur Josef Nae Soi dalam pidato politiknya dihadapan DPRD usai dilantik bulan September 2018 lalu menegaskan akan moratorium TKI/TKW untuk tidak keluar NTT,” teriak Dominggus Elcid Li is the Executive Director of  Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) NTT.

Dominggus Elcid Li dengan suara lantang malah menagih janji Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat yang sudah membuat pernyataan resmi bahwa akan patahkan tangan dan kaki pelaku human trafficking di NTT.  

"Mana janji Gubernur dan Wakil Gubernur NTT. Bilang mau patahkan kaki dan tangan pelaku human trafficking. Jangan hanya abuat pernyataan  tanpa bukti. Kenapa tidak serius tangani kasus human trafficking," teriak Dominggus Elcid Li disambut teriakan para demonstran dari 72 organisasi ini. 

Dominggus Elcid Li secara tegas meminta agar pemerintah serius menangani kasus human trafficking di NTT. Karena sudah banyak kasus trafficking yang tidak serius ditangani. 

"Pemerintah selama ini diam saja. Banyak sekali kasus-kasus human trafficking yang tidak diusut tuntas. Kenapa? Mana peran pemerintah membrantas kasus human trafficking. Kami itu harap janji patah kaki dan tangan pelaku bukan sekadar janji," teriaknya.


Baca juga: 


Mereka juga meminta pemerintah memperkuat upaya pemberantasan human trafficking sampai ke pelosok-pelosok desa. 

"Percuma kalau pemerintah tidak turun sampai ke masyarakat. Hanya menerima laporan dari staf versi Asal Bapak Senang (ABS). Di pedalaman desa–desa di NTT para pelaku terus bergerilya merekrut secara illegal dan mengirimkan mereka juga secara illegal dengan dokumen palsu,” tegas Dominggus.  

1868