Home Ekonomi Penyamaan Upah Minimum Daerah Dinilai Bisa Sebabkan Ketimpangan

Penyamaan Upah Minimum Daerah Dinilai Bisa Sebabkan Ketimpangan

Jakarta, Gatra.com - Presiden Joko Widodo sudah menyetujui untuk melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 terkait pengupahan para pekerja, tepatnya pada Jumat, 26 April lalu.

Revisi ini diperlukan karena tuntutan dari banyak pihak. Terutama dari pengusaha yang mengeluhkan persentase kenaikan upah minimum sebesar 8% di setiap daerah merupakan hal yang mustahil teralisasi. Kesulitan ini dikarenakan perkembangan sektor ekonomi di berbagai daerah yang berbeda. Hal ini dinilai dapat memicu terjadinya suatu ketimpangan.

“Berat [kenaikan upah] 8%. Begitu sudah terjadi ketimpangan, benerinnya susah. Memang daerah satu sama daerah lain mau tiba-tiba disamain,” sebut  Ketua Komite Advokasi DPN APINDO, Darwoto di Jakarta, Rabu (8/5).

Baca Juga: Hadapi Revolusi Industri 4.0, Pemerintah Wajib Revisi PP Pengupahan

Dia mengatakan, sulit membicarakan formulasi yang tepat untuk mengatasi ketimpangan karena perbedaan upah minimum yang ditetapkan oleh setiap daerah berbeda.

“Faktanya, ada daerah lain yang ketinggalan jauh, daerah lain juga sudah ketinggian. Ini kan juga susah. Sehingga, ini yang harus dibicarakan bagaimana membahas ketimpangan ini. Baru tahapan berikutnya ialah formulasi yang ideal itu seperti apa,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan RI, Andriani mengatakan, formulasi mengatasi ketimpangan memerlukan pertimbangan yang kompleks. Hal yang harus diperhatikan penetapan mekanisme itu sendiri, teknis atau cara menghitungnya (kualitatif atau kuantitatif), serta variabel yang digunakan untuk menentukan berapa presentase yang baik untuk kenaikan upah minumum selanjutnya.

 

 

36