Jakarta, Gatra.com - Enam hari lalu Ira Bisyir telah memelopori petisi 'Stop Ijin FPI' di laman Change.org. Petisi online itu mengajak masyarakat untuk menolak perpanjangan izin Front Pembela Islam (FPI).
Lewat keterangannya di dalam petisi tersebut, Ira mengajak masyarakat menolak perpanjang izin organisasi masa (ormas) FPI.
"Mengingat akan berakhirnya ijin organisasi FPI di Indonesia, mari kita bersama-sama menolak perpanjangan ijin mereka. Karena organisasi tersebut merupakan kelompok radikal, pendukung kekerasan dan pendukung HTI," jelas Ira dalam petisi tersebut.
Di laman resmi Kemendagri tertulis izin ormas FPI dengan nomor Surat Keterangan Terdaftar (SKT) 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 berlaku mulai tanggal 20 Juni 2014 sampai 20 Juni 2019. Artinya bulan depan status ormas ini akan berakhir jika tidak ada izin perpanjangan.
Tak disangka, respon masyarakat terkait usulan Ira Bisyir itu ditanggapi antusias masyarakat. Hingga Ahad pagi, 12 Mei 2019, lebih dari 381 ribu orang telah menandatangani petisi tersebut.
Koordinator Penelitian Intoleransi dan Radikalisme Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Pamungkas mengatakan, dari hasil survei intoleransi dan radikalisme yang dilakukan LIPI dengan 1.800 responden di 9 provinsi, lebih dari 50% setuju ormas radikal dibubarkan.
"Gerakan ormas radikal itu tidak murni dari dorongan agama, etnisitas, atau ideologi, tapi cenderung dari dorongan ekonomi-politik karena itu bagian dari upaya mendapat rekognisi (pengakuan), keuntungan ekonomi, atau mendukung elit politik tertentu. Alasan ini saling berkelindan, sehingga membuat lebih dari 50% responden menolak ormas radikal karena dianggap mengganggu ketertiban dan keamanan," jelasnya saat ditemui Gatra.com di Plaza Semanggi, Jakarta, Sabtu sore (11/5).
Cahyo menilai, FPI memiliki strategi dalam menjaring massa. "FPI pengaruhnya bisa dilihat dari event-event politik, seperti aksi 411, aksi 212. FPI itu kan jumlahnya tidak banyak, tapi ketika ada aksi-aksi politik seperti itu kemudian pengaruhnya menjadi besar," ungkap Cahyo.
Adanya masyarakat yang menginginkan pembubaran FPI menurutnya tidak lepas dari pro dan kontra.
"Dampak ormas radikal terhadap kelompok minoritas image-nya negatif, karena bisa mengancam eksistensi kelompok-kelompok minoritas. Tapi bagi kelompok Islam konservatif tentu akan mendukung gerakan FPI, terutama mereka yang mendukung gerakan syariah Islam atau yang mencita-citakan lahirnya negara Islam, atau khilafah Islamiah," ujarnya.
Hasil survei LIPI tersebut juga menunjukkan radikalisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni perasaan terancam terhadap etnis lain, ketidakpercayaan terhadap agama lain, religiusitas, fanatisme agama, serta sekularisme.
Survei dilakukan di 9 provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, DIY, dan Aceh.



