Home Politik Nicke Mangkir Panggilan KPK

Nicke Mangkir Panggilan KPK

Jakarta, Gatra.com - Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (27/5). Dia dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus suap terkait PLTU Riau 1.
 
"Saksi Nicke Widyawati menyampaikan surat ke KPK tidak dapat menghadiri pemeriksaan penyidik hari ini karena sedang menjalankan tugas di luar negeri sampai awal Juni ini," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin ( 27/5).
 
Harusnya, Nicke hari ini akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka Direktur Utama nonaktif PT PLN, Sofyan Basir. Pemanggilan Nicke tersebut terkait dengan kapasitasnya sebagai mantan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN. 
 
Dengan ketidakhadiran Nicke ini, KPK mengatakan akan melakukan penjadwalan ulang. Namun Febri belum menjelaskan kapan jadwal pemanggilan selanjutnya untuk Nicke. "Waktu penjadwalan ulang akan disampaikan kemudian," ujarnya. 
 
Nama Nicke sendiri sempat beberapa kali disebutkan dalam persidangan kasus PLTU Riau-1. Namanya mencuat dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, Supangkat Iwan Santoso. Supangkat mengakui bahwa Nicke ikut hadir dalam pertemuan dengan Johanes Budisutrisno Kotjo, Eni Maulani Saragih, dan Sofyan Basir di ruangan Sofyan.
 
Selain itu, Nicke juga diketahui ikut dalam pertemuan di Hotel Fairmont. Saat itu dibicarakan mengenai persyaratan untuk mendapatkan perjanjian jual beli tenaga listrik/ power purchase agreement atau PPA).
 
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan Dirut nonktif PLN, Sofyan Basir sebagai tersangka. Lembaga antirasuah ini menduga Sofyan Basir membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih untuk menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau 1. Sofyan diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni M Saragih dan Mantan Mensos Idrus Marham.
 
Dalam kasus ini, Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 Ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
215