Home Gaya Hidup Akhmad Tohari: Bangun Kerukunan Umat Beragama dari Kesejahteraan Masyarakat

Akhmad Tohari: Bangun Kerukunan Umat Beragama dari Kesejahteraan Masyarakat

Cilacap, Gatra.com – Toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia harus dibangun dari berbagai sektor. Salah satu yang  krusial adalah kesejahteraan masyarakat.

Hal itu disampaikan Budayawan Banyumas, Akhmad Tohari, dalam Sarasehan Budaya Kerukunan Umat Beragama dan Buka Bersama bertajuk “Mangan Bareng Kencot Bareng” yang diselenggarakan Komunitas Kristiani Majenang, Gusdurian Majenang, serta sejumlah komunitas lain di Majenang Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin (27/5) sore hingga malam.

“Sudah sering diucapkan. Kebersamaan orang gereja, orang masjid, orang pure itu sudah biasa. Tetapi, kebersamaan antara orang kenyang dan orang lapar itu yang tidak digarap sama sekali,” katanya, dalam sarasehan itu.

Menurut Tohari, kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat  kerap dilupakan. Sebab itu, ia pun mengkritik model pembangunan toleransi dan kerukunan umat beragama yang berupa simbol belaka. Isu ekonomi dan sosial itu  yang kerap dilupakan pemerintah  saat membangun budaya kerukunan. “Pemerintah kadang-kadang lupa itu. Menjalankan kebersamaan antara yang kenyang dan lapar. Makanya, orang lapar itu mudah terprovokasi, betul?” katanya.

Sikap intoleran masyarakat bisa berawal dari kondisi susah. Akibatnya, mereka mudah terprovokasi untuk melakukan beragam tindakan, ucapan yang membenarkan diri atau kelompok sendiri. “Yang suka bikin onar itu orang lapar, dalam arti tidak diperhatikan kesejahteraannya,” ujarnya.

Tohari meyakini, sebagian masyarakat yang mudah terprovokasi adalah masyarakat yang lapar. Lapar itu diartikannya  sebagai hasrat atau keinginan-keinginan ekonomi dan sosial yang belum terpenuhi. Menurut dia, masyarakat yang kurang sejahtera lebih mudah terprovokasi dan melibatkan diri dalam isu sektarian.

Karena itu, dia meminta  tiap umat beragama untuk belajar toleransi dalam agama mereka masing-masing. Salah satunya adalah perintah untuk saling berbagi dan melindungi. “Wareg bareng, kencot bareng’. kelihatannya kasar, tetapi artinya menarik. Nah, artinya saya kira, penting sekali, kebersamaan, antara Jawa dengan Sunda, Tionghoa, itu sudah umum. Yang lebih penting adalah kebersamaan saat susah,” ucapnya.

Sementara itu, Romo Boni Fausius Abas dari Gereja Santa Theresia Majenang, mengatakan, bahwa agama adalah jalan menuju Tuhan. Agama yang berebeda menyebabkan jalan menuju Tuhan berbeda. Namun tiap jalan ini punya tujuan akhir yang sama, yakni: Tuhan.

Dia juga sepakat dengan Ahmad Tohari yang menyatakan agama Islam dan Kristen mengajarkan hal yang sama. Dan toleransi di antara agama bisa dibentuk jika ada dialog dengan keterbukaan menerima perbedaan. Perbedaan itu bukan berarti antarumat beragama saling bertarung. Agama mengajarkan untuk saling menerima dan menghargai.

“Agama tidak menyebabkan kita berkelahi. Dalam agama kita diajarkan untuk saling menghormati,” ujar Romo Beni.

826