Home Ekonomi Pasar Modal Solo Menggeliat Setelah Lesu Saat Ramadan

Pasar Modal Solo Menggeliat Setelah Lesu Saat Ramadan

Solo, Gatra.com – Pada bulan Ramadan transaksi pasar modal selalu lesu. Rerata transaksi pasar modal di Solo mencapai Rp3,5 triliun per bulan, namun pada Ramadan lalu hanya Rp2 triliun.

”Hal ini dipengaruhi banyak hal. Faktor utamanya memang kondisi di pasar banyak mengalami sentimen negatif. Selain itu pengaruh perang dagang Amerika dan Tiongkok juga berpengaruh besar,” ucap Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Surakarta M Wira Adibrata saat ditemui di Solo, Rabu (12/6).

Di samping itu, pada Ramadan lalu neraca perdagangan tercatat sempat turun bahkan mengalami minus. ”Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang kurang bagus,” ucapnya.

Namun saat dibuka kembali setelah Lebaran, kondisi pasar modal kembali membaik. Banyak perusahaan menjual sahamnya dengan angka yang baik.

”Salah satunya Telkom. Pada bulan puasa lalu Telkom menjual sahamnya di bawah Rp3.500. Pada pembukaan saham, Senin (10/6) lalu, dibuka di angka Rp 4.000. Banyak pula saham yang harganya terkoreksi banyak, termasuk banyak saham yang dijual under value, sehingga investor berani membeli,” ucapnya.

Selain itu, pasca-Lebaran banyak perusahaan memiliki nilai emiten yang baik. Hal ini terlihat dari pembagian deviden perusahaan dengan angka yang memuaskan.

”Memang kami lihat trennya kalau Ramadan selalu lesu, baru setelah Lebaran kondisi kembali normal,” ucapnya

Manager Representative Officer PT RHB Sekuritas Solo, Lius Andy Hartono, juga menyatakan hal serupa. Bursa efek di Indonesia, seperti juga Malaysia, libur setiap Lebaran. Padahal bursa efek Eropa dan Amerika Serikat yang menjadi acuan pasar modal dunia tidak libur.

”Bursa Efek Indonesia bahkan libur selama sembilan hari. Hal inilah yang membuat trader cenderung menahan uangnya. Begitu pula dengan investor. Sebab mereka khawatir tidak bisa menjual jika berbelanja terlalu banyak,” ucapnya.

Usai Lebaran, kondisi pasar modal langsung membaik. Andy bahkan menilai, trader dan investor cenderung mengalami euforia. ”Selama libur di Indonesia, bursa efek di Amerika Serikat yang menjadi acuan mengalami kenaikan angka signifikan 3,2 persen. Inilah yang membuat trader dan investor mengalami euforia,” ucapnya.

 

 

465