Home Politik KPK Dalami Pembahasan Permendag Gula Rafinasi di Komisi VI DPR Terkait Kasus Bowo

KPK Dalami Pembahasan Permendag Gula Rafinasi di Komisi VI DPR Terkait Kasus Bowo

Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami pembahasan tentang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait dengan gula kristal rafinasi dalam pemeriksaan terhadap dua orang Anggota Komisi VI DPR, Inas Nasrullah Zubir dan Nasril Bahar.
 
Juru bicara KPK, Febri Diansyah di KPK, Jakarta, Selasa (18/6), mengatakan penyidik lembaga antirasuah juga menyisir sejumlah rapat kerja yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dari sejumlah rapat kerja itu, diketahui bahwa ada pembahasan terkait Permendag tahun 2017. 
 
"Mengetahui bagaimana proses rapat kerja, pembahasan-pembahasan di rapat kerja tersebut antara DPR dengan Kementerian Perdagangan, apa yang dibahas di rapat kerja itu," kata Febri.
 
KPK mendalami hal tersebut karena kasus dugaan suap Anggota Komisi VI DPR, tersangka Bowo Sidik Pangarso, menyeret nama Mendag Enggartiasto Lukita. Penyidik pun sudah menggeledah kantor dan rumah Enggar pada Selasa (30/4)
 
Kabarnya, salah satu sumber dana gratifikasi yang diterima oleh tersangka Bowo Sidik itu berasal dari Enggar. Disinyalir ada hubungannya dengan penyusunan Permendag terkait Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR).
 
Dalam kasus ini, KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung, menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog) dengan PT HTK.
 
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK supaya kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pilog. Bowo bersedia melakukan itu setelah sepakat mendapat US$2 per metrik ton.
 
Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke 84 kardus di kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
 
KPK menduga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat operasi tangkap tangan (OTT).  Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar. Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan-penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
 
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
 
Sedangkan Asty Winasti disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
291