Home Milenial Cerita Radio di Riau Dua Tahun Terakhir

Cerita Radio di Riau Dua Tahun Terakhir

Pekanbaru, Gatra.com - Lelaki 43 tahun itu menarik nafas sejenak saat angka-angka itu harus dia urai kembali.

Tentang banyaknya radio di Riau yang tak berizin pada dua tahun lalu, persis saat dia mulai menyandang Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Riau, Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) pada Juli 2017.

Modal data lama yang sudah ada di KPI, Warsito bersama timnya mulai menyigi semua radio yang ada di 12 kabupaten di Riau. Butuh waktu sekitar tujuh bulan mahasiswa pasca sarjana jurusan Komunikasi Universitas Riau ini berjibaku di lapangan hingga kemudian dia bersama timnya memastikan bahwa ada 63 tiga lembaga penyiaran radio di Riau.

Dari jumlah itu, 55 Lembaga Penyiaran Radio Swasta (LPRS) dan selebihnya Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) alias radio milik pemerintah daerah.

"Yang membikin saya miris, hanya 26 LPRS dan satu LPPL yang punya izin. Tentu yang semacam ini enggak bisa kita biarkan," cerita ayah tiga anak ini saat berbincang dengan Gatra.com Sabtu (22/6) malam.

Pelalawan dan Kampar menjadi daerah yang paling banyak radio ilegal; sama-sama enam radio, termasuk radio milik pemerintah setempat.

Hasil dari lapangan tadi kemudian dia diskusikan dengan Ketua KPI Riau, Falzan Surahman. "Soal perizinan ini musti jadi target capaian kinerja kita. Paling lambat dua tahun harus kelar," kata Warsito semangat.

Menengok semangat anak buahnya itu, Falzan pun sontak semangat. "Yuk kita beresin sama-sama," ajak Falzan.

Perlahan, Warsito dan timnya mulai melakukan pendekatan persuasif kepada para pemilik radio ilegal tadi, termasuk pemerintah daerah yang radionya juga masih ilegal.

"Kami coba memberikan edukasi tentang sanksi hukum, lalu kami juga berikan informasi tentang proses perizinan secara online yang enggak ribet dan cepat pula prosesnya," ujar Warsito.

Singkat cerita, sejak Februari 2018, satu persatu radio ilegal tadi mulai berizin. Namun tak sedikit pula yang justru gulung tikar, termasuk yang sudah mengantongi izin.

"Alhamdulillah, hingga saat ini radio di Riau jauh lebih tertata dibanding sebelumnya. Dengan punya izin tentu mereka akan lebih leluasa mengembangkan usahanya," kata Warsito.

Warsito kemudian merinci bahwa hingga saat ini, sudah ada 39 LPRS dan 6 LPPL yang sudah mengantongi izin. Yang belum berizin tinggal 4 LPS 2 LPPL. Ini tetap kita kebut supaya semua radio di Riau, legal," katanya.

Jumlah tadi kata Warsito ada muncul radio pendatang baru. Penyebab ptambahan jumlah tadi lantaran Riau masuk dalam wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).

"Proses perizinan diawali oleh pengumuman peluang penyelenggaraan penyiaran oleh menteri. Daerah yang masuk 3T kapan saja bisa mengurus izin tanpa harus ada pengumuman. Yang penting kanal frekwensi masih ada," katanya.

Meski bertambah dua radio baru, tapi selama dua tahun terakhir, justru sudah 7 LPRS yang tutup. Pekanbaru menjadi daerah paling; 4 LPRS.

 

435