Home Ekonomi Kementan dan FAO Luluskan 19 Detektif Penyakit Hewan

Kementan dan FAO Luluskan 19 Detektif Penyakit Hewan

Yogyakarta, Gatra.com- Sebanyak 19 'Detektif' penyakit hewan binaan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) siap terjun ke lapangan. 

Mereka adalah tenaga dokter hewan dari seluruh Indonesia yang telah mendapat bimbingan teknis Program Epidemiologi Lapangan Veteriner Indonesia (PELVI). 

Tidak hanya itu, mereka juga mampu menyelidiki perkembangan penyakit hewan dan melakukan investigasi wabah serta melakukan penanganan yang diperlukan. 

"Para 'detektif' penyakit hewan ini menyediakan data ilmiah yang sangat dibutuhkan pemerintah dalam membuat kebijakan kesehatan hewan yang efektif. Bahaya penyakit hewan dapat mengganggu produksi pangan di peternakan, serta menular kepada manusia," ujar Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementan Fadjar Sumping Tjatur Rasa dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/6).

Seperti halnya pengakuan dua orang lulusan yang bertugas di Balai Besar Veteriner Wates, Endang Ruhiat dan Dwi Hari Susanto. Keduanya bercerita bagaimana keterlibatan mereka menyelidiki kasus penyakit anthrax yang kembali ditemukan di Yogyakarta, Mei 2019 lalu.

"Sebelumnya, kami hanya fokus pada pengambilan dan pengujian sampel untuk peneguhan diagnosa saja, misalkan sampel tanah saat penyelidikan anthrax. Kini setelah dibimbing PELVI, kami paham gambaran besarnya, serta pentingnya analisis ilmiah dalam setiap langkah penyelidikan, sejak persiapan hingga pembuatan rekomendasi," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur CDC Amerika Serikat di Indonesia, Juliette Morgan menjelaskan bahwa tiga dari empat penyakit infeksi baru ditularkan dari hewan kepada manusia atau bersifat zoonosis. 

"'Detektif' penyakit hewan dengan kemampuan epidemiologinya menjadi garda terdepan dalam pencegahan penularan penyakit yang dapat menjadi ancaman kesehatan global," tuturnya.

Adapun Team Leader Unit Khusus FAO di Bidang Kesehatan Hewan (FAO ECTAD), Dr. James McGrane menjelaskan pentingnya penguatan penyelidikan penyakit zoonosis bagi Indonesia yang berada di lokasi strategis jalur mobilitas manusia dan hewan. 

"Kementan dan FAO ECTAD telah bekerja sama selama 13 tahun terakhir agar peternak dan masyarakat umum dapat terhindar dari bahaya penyakit hewan. Selanjutnya, kami berharap dapat menyiapkan 'detektif' penyakit hewan untuk memperkuat Dinas terkait pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota," tutur James.

Sebagai informasi, bimbingan berkala yang telah dimulai sejak April 2018 ini didukung oleh USAID, Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, dan Alert Asia Foundation. 

Setelah melalui pelatihan berkala yang terbagi dalam empat modul sejak April 2018 lalu, 16 dari 19 epidemiolog ini akan kembali bertugas di delapan Balai Besar/Balai Veteriner di bawah Ditjen PKH yang ruang lingkup kerjanya mencakup seluruh Indonesia. 

Sementara, dua orang masing-masing bekerja di Balai Pengendalian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan dan Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara, serta satu orang lainnya bertugas di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di bawah Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. 

Saat ini, mereka juga telah diminta untuk berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan di unit kerja masing-masing untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bahaya penyakit hewan. 

351