Home Politik Saat Guru di Riau Ogah Mengajar di Perkampungan

Saat Guru di Riau Ogah Mengajar di Perkampungan

Pekanbaru, Gatra.com - Ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Riau ternyata turut andil mempengaruhi sebaran tenaga pendidik. 
 
Menurut Ketua Komisi V DPRD Riau, Aherson, banyak guru-guru yang  mengelak jika ditempat kan di daerah rural (terpencil). Sikap itu dipicu oleh bayangan sulitnya hidup di kawasan pinggiran atau terpencil. Kondisi yang justru berbeda dengan kehidupan guru di perkotaan. Inilah yang kemudian membikin sekolah-sekolah di kawasan pinggiran dan terpencil kekurangan guru. 
 
"Ini kan tidak baik,  guru-guru itu statusnya Pegawai Negeri Sipil (PNS),  PNS itu mestinya bersedia ditempatkan di mana saja," kata politisi Partai Demokrat ini kepada Gatra.com, Selasa (8/7). 
 
Adapun jumlah sekolah menengah atas (SMA) di Riau saat ini lebih dari 300 sekolah. Sekolah ini selain berada di kawasan perkotaan atau dekat dengan perkotaan, juga menyebar di sejumlah kampung - kampung yang jauh dari keramaian. 
 
"Pemerintah atau Dinas Pendidikan harus punya solusi untuk hal ini, karena jika tenaga pengajar tidak menebar secara merata, maka itu akan berdampak pada kualitas anak didik," tambahnya. 
 
Keengganan guru-guru untuk masuk ke perkampungan,  menyebabkan tidak seimbangnya jumlah tenaga pengajar di suatu sekolah. Kata Aherson, di saat sebuah sekolah di perkotaan memiliki jumlah guru ekonomi yang banyak, di desa situasinya malah berbalik. 
 
"Mereka justru kekurangan,  meski tidak di semua desa," katanya. 
 
Sementara itu Gubernur Riau Syamsuar dalam rapat paripurna DPRD Riau, pernah mengatakan terdapat tujuh kabupaten/kota yang memiliki Indeks pembangunan manusia yang berada di bawah provinsi (71,79). Ketujuh daerah itu meliputi: Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Rokan Hulu dan Kepulauan Meranti.
 
373