Home Kesehatan Gaya Hidup Sehat Dapat Menekan Risiko Demensia dari Genetik

Gaya Hidup Sehat Dapat Menekan Risiko Demensia dari Genetik

Exeter, Gatra.com - Hampir semua orang dapat menurunkan risiko demensia bahkan dari faktor genetik jika menjalani gaya hidup sehat. Penelitian tim di University of Exeter menunjukkan, hampir 200.000 orang yang melakukan gaya hidup sehat, mengalami penurunan risiko demensia hingga sepertiganya.

Para peneliti memberi skor gaya hidup sehat terhadap seseorang berdasarkan kombinasi olahraga, diet, tidak minum alkohol maupun merokok.

Seseorang yang mendapat skor bagus di antaranya adalah yang tidak merokok, makan makanan dengan gizi seimbang yang mencakup lebih dari tiga porsi buah dan sayuran sehari, makan ikan dua kali seminggu dan jarang makan daging olahan, serta hanya minum satu liter bir sehari.

Sementara yang tidak sehat, diketahui saat ini merokok secara teratur. Tidak berolahraga secara teratur dan makan makanan yang mencakup kurang dari tiga porsi buah, sayuran seminggu, termasuk dua porsi atau lebih daging olahan dan daging merah seminggu. Lalu minum setidaknya tiga gelas bir sehari.

Studi ini diikuti 196.383 orang dari usia 64 selama sekitar delapan tahun. Hasilnya menganalisis DNA orang untuk menilai risiko mereka terkena penyakit dari genetik. Studi tersebut menunjukkan ada 18 kasus demensia per 1.000 orang jika mereka dilahirkan dengan gen berisiko tinggi dan kemudian menjalani gaya hidup yang tidak sehat. Tapi dapat menurun menjadi 11 per 1.000 orang, selama orang-orang berisiko tinggi ini memiliki gaya hidup sehat.

Para peneliti mengatakan, dalam mengurangi tingkat demensia hingga sepertiga akan berdampak besar pada kelompok usia yang lebih tua di mana penyakit ini lebih umum. "Angka itu bisa disamakan dengan ratusan ribu orang," kata dr. David Llewellyn kepada BBC, Minggu (14/7).

Kita masih dapat menangkal risiko demensia yang diwariskan oleh gen jika beralih ke gaya hidup sehat. Peralihan ini harus dilakukan sedini mungkin, sebelum benar-benar gejala demensia mulai menyerang di awal usia 40 atau 50 tahun. "Itu benar-benar berhasil," kata rekan peneliti, dr. Elzbieta Kuzma.

83