Home Teknologi Semburan Lumpur dan Gas Cilacap Tidak seperti Sidoarjo

Semburan Lumpur dan Gas Cilacap Tidak seperti Sidoarjo

Cilacap, Gatra.com – Geolog Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto menyatakan bahwa semburan lumpur dan gas di Dusun Gumarang, Desa Sikampuh, Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tidak berbahaya.

Kesimpulan ini diperoleh seusai Tim Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed melakukan investigasi lapangan setelah mendapat kabar adanya semburan gas di wilayah ini pada Sabtu (13/7). Koordinator Sistem Informasi Unsoed, Alief Einstein, mengatakan, investigasi dilakukan pada Senin (15/7). 

Tim lapangan terdiri dari lima orang dengan Ketua Tim Eko Bayu Purwasatriya M.Si, Fadlin, M.Eng, Gentur Waluyo, M.Si., Sachrul Iswahyudi, M.T, dan Dr. Indra Permana Jati, M.T.

Ketua Tim, Eko Bayu Purwasatriya, mengatakan, ketika Tim Teknik Geologi Unsoed sampai di lokasi, semburan telah berhenti, dan  di sekeliling titik semburan tersebut terlihat material sedimen yang didominasi pasir berwarna kehitaman dan lumpur.

Baca juga: Semburan Lumpur dari Sumur Bor Gegerkan Warga Cilacap

“Material pasir ini merupakan endapan pantai yang berumur kuarter yang ikut tersembur keluar oleh semburan gas tersebut,” katanya, Selasa (16/7).

Dia mengemukakan, dalam kunjungan lapangan itu, tim melakukan uji bakar untuk mengetahui jenis gas tersebut. Ternyata, sisa semburan gas masih dapat menyala ketika disulut oleh korek api.  “Sehingga disimpulkan jenis gas yang keluar merupakan gas metan,” ujarnya.

Menurut dia, fenomena semburan gas ini tidak berbahaya, tidak seperti semburan lumpur di Sidoarjo. Sebab, tatanan geologi di Banyumas berbeda dari Sidoarjo. Di wilayah cekungan Banyumas tidak terdapat gunung lumpur di bawah permukaan seperti di Sidoarjo.

Untuk mengetahui secara pasti, apakah gas yang keluar merupakan gas biogenik (gas rawa) atau gas termogenik (gas bumi), kata Eko, perlu dilakukan uji lebih lanjut yaitu uji isotop C13.

Sebelumnya, rembesan gas yang terdekat dari lokasi ini, yaitu di Desa Karanglewas, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, telah dilakukan uji isotop C13 dan hasilnya merupakan gas termogenik (gas bumi).

“Besar kemungkinan, semburan gas di lokasi ini juga merupakan gas bumi karena lokasinya yang dekat, sekitar 10 kilometer, dan membentuk kelurusan jalur dengan rembesan minyak dan gas bumi lainnya,” katanya.

Menurut dia, sumur yang digali oleh penduduk setempat menembus kantong-kantong gas di dekat permukaan yang cukup banyak tersebar di jalur rembesan minyak dan gas bumi tersebut. Gas bumi dari bawah permukaan merembes ke permukaan dan mengisi rekahan-rekahan batuan di dekat permukaan.

“Sehingga ketika ditembus oleh bor sumur, tekanannya cukup tinggi, tapi cepat pula menurun,” katanya.

Adanya rembesan minyak dan gas itu, menurutnya,  dapat dilihat pula sisi positifnya, yaitu  bahwa cekungan Banyumas berpotensi untuk menghasilkan minyak dan gas bumi. Dengan begitu, kandungan minyak bumi dan gas ini dapat menambah produksi nasional dan menumbuhkan ekonomi di wilayah Banyumas raya dengan eksplorasi dan eksploitasi migas.

Dia menyampaikan, setelah menggali informasi dari penduduk setempat dan melihat data lapangan kronologi kejadian adalah ketika warga membuat sumur bor untuk mengairi sawah mereka. Di kedalaman 26 meter, terjadi semburan gas dari bawah permukaan yang  berlangsung selama empat jam, mulai sekitar jam 17.00 WIB sampai jam 21.00 WIB.

“Lokasi berada di tengah sawah dengan koordinat 7° 38’ 15,7” LS ; 109° 11’ 41,3” BT,” ujarnya.

 

1124