Home Ekonomi Industri Tekstil Keluhkan Impor yang Merajalela

Industri Tekstil Keluhkan Impor yang Merajalela

Jakarta, Gatra.com- Serapan pasar domestik dimayoritasi oleh barang impor, khususnya produk tekstil. Hal ini tentunya membawa pengaruh buruk terhadap pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dimana neraca perdagangannya minus.

"Pertumbuhan impor kita tumbuh secara gila-gilaan. Pada 2018 di periode yang sama, impor kita mencapai 13,9%. Sedangkan, ekspor kita hanya mencapai 0,9%. Mungkin, sekarang lebih tinggi lagi karena setiap tahun selalu ada peningkatan," jelas Anggota Dewan Eksekutif Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia, Prama Yudha Amdan, di dalam acara PAS FM, Jakarta, Rabu (17/7).

Baca juga: Pengusaha Tekstil Minta Ada UU Ketahanan Sandang

Sementara itu, guna mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya kepastian pasar yang harus diberikan oleh pemerintah. "Jadi, dengan cara pembatasan impor dan menyediakan pasar dalam negeri untuk para pemasok lokal," jelas Prama.

Ia juga menyarakan, agar impor digunakan sebagai ajang untuk meningkatkan kembali nilai tambah produk ketika ingin melakukan ekspor. Yakni dengan mengimpor barang jadi dan bukan bahan baku.

Baca juga: Industri Tekstil Bidik Ekspor US$14 Miliar Tahun 2018

"Misalnya, ketika kita mengimpor benang seharga Rp100, dan kemudian kita mengolahnya menjadi bahan untuk di ekspor seharga Rp150, itu untungnya sedikit. Tetapi, berbeda cerita kalau kita mengolah bahan tersebut dan dijadikan baju, kita bisa jual dengan harga Rp20.000. Nah, ini kan jauh lebih menguntungkan," ungkapnya.

Selain itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah untuk melakukan impor secara bijak. "Sebenarnya sudah ada kebijakan, tetapi belum ada mekanismenya. Seperti, infomasi keberlanjutan untuk siapa dan kemana produk impor itu dikirimkan. 

637