Home Ekonomi Pengamat: Bila RUU Minerba Dipaksakan, Berbahaya bagi Jokowi

Pengamat: Bila RUU Minerba Dipaksakan, Berbahaya bagi Jokowi

Jakarta, Gatra.com - Setelah lama maju-mundur dari pembahasan akhirnya DPR melalui Komisi VII kembali membahas perampungan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba. Pembahasan tersebut dilakukan dalam rapat kerja antara DPR dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Perindustrian di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat lalu (19/7). Dari hasil raker diperoleh 12 poin Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari RUU Minerba tersebut.

Menteri Ignasius Jonan menyampaikan bahwa dari 12 poin yang menjadi garis besar RUU Minerba, enam poin di antaranya merupakan usulan atau inisiatif pemerintah, sementara enam poin lainnya merupakan usulan pemerintah dan DPR. Adapun poin yang menjadi usulan bersama pemerintah dan DPR yakni dorongan untuk mengakomodir putusan MK dan UU No. 23 Tahun 2014, tersedianya rencana pertambangan minerba, dan penguatan peran pemerintah pusat dalam binwas kepada pemerintah daerah.

Selanjutnya yakni usulan pemberian insentif kepada pihak yang membangun smelter dan PLTU mulut tambang, penguatan peran BUMN dan perubahan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dalam rangka kelanjutan operasi.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan dari 12 poin yang menjadi DIM dari RUU Minerba yang digodok di DPR pada poin terakhir atau poin ke-12 yakni usulan perubahan KK/PKP2B menjadi IUPK dalam rangka kelanjutan operasi, menurutnya layak menjadi perhatian.

Baca juga: Ini Poin Revisi RUU Minerba yang Dibahas di DPR

Ia menyebutkan keberadaan usulan tersebut terasa janggal dan dipaksakan setelah rancangan revisi PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang diusulkan Menteri Jonan ditolak Presiden.

“Usulan poin perpanjangan PKP2B menjadi IUPK yang dimasukkan DIM, terkesan sangat dipaksakan setelah RPP yang diusulkan oleh Ignatius Jonan ditolak Presiden. Bahkan penolakan oleh Presiden baru dilakukan setelah KPK mengirimkan surat kepada Presiden yang menyatakan bahwa RPP Minerba dinyatakan menyimpang dari UU Minerba,” ucap Yusri kepada GATRA.com, Minggu (21/7).

Selain itu dirinya mencium gelagat yang janggal dengan pengebutan pengesahan UU Minerba tersebut. Sehingga demikian Yusri khawatir jika penggodokan UU yang menentukan nasib usaha tambang di tanah air itu akan bermuatan politis dan sarat kepentingan.

“Dalam suasana raker pun terlihat sangat jelas dan mudah dibaca, bagaimana anggota dari partai tertentu memaksakan agar Revisi UU Minerba dapat diselesaikan sebelum masa reses. Dari data kepemilikan PKP2B, sangat jelas partai tertentu mana yang terlihat menjadi perpanjangan tangan untuk melancarkan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK,” ujarnya.

Ia mengatakan pengesahan Undang-Undang tersebut akan rawan bagi Presiden Jokowi karena dianggap bertentangan dengan visi dan semangat kampanyenya. “Setelah ditolaknya RPP, maka hanya ada dua jalan yang harus dilakukan Menteri ESDM, yaitu mempercepat revisi UU Minerba atau presiden dipaksa untuk membuat Perppu Minerba. Namun dapat dipastikan jika Perppu dipaksakan menjadi rawan secara politik bagi Jokowi sebelum dilantik resmi Oktober nanti. Bukan saja rawan secara politik. Jokowi pun dinilai tidak konsisten dalam menjalankan kebijakannya dan menyimpang dari janji kampanyenya,” kata Yusri lagi.

Ia mengatakan jika jika proses perpanjangan PKP2B menjadi IUPK dilakukan dengan tetap berdasar pada garis UU Minerba yang tengah dipersiapkan maka akan berdampak pada perusahaan tambang di tanah air. Setelah raksasa tambang PT Tanito Harum gulung tikar, maka perusahaan tambang yang memiliki PKP2B juga turut terdampak seperti PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy, PT Multi Harapan Utama, PT Kideco Jaya Agung dan PT Berau Coal.

“Dari enam PKP2B lainnya semestinya saat ini dapat dilakukan persiapan bagaimana transisi pengambilan alih oleh BUMN dapat dilakukan. Justru tugas menteri ESDM yang bertanggung jawab bidang Keteknikan dan Dirjen, yang juga mempersiapkan bagaimana transisi dilakukan. Bukan malah membenturkan lembaga kepresidenan untuk memaksakan RPP, bahkan Perppu,” pungkasnya.

372