Home Internasional Ketegangan di Timur Tengah Pengaruhi Penguatan Dolar AS

Ketegangan di Timur Tengah Pengaruhi Penguatan Dolar AS

Sydney, Gatra.com - Akhir-akhir ini, dolar Amerika Serikat terus mengalami penguatan terhadap mata uang lainnya. Penyebabnya, disinyalir karena para investor menahan sebagian dari ekspektasi mereka untuk pemotongan suku bunga AS yang diperkirakan akan dilalukan pada bulan ini. Selain itu, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah turut serta mendukung aset safe haven.

Sementara itu, fokus sebagian mata uang sebagian besar akan berpusat pada keputusan bank sentral global yang dijadwalkan akan diputuskan dalam dua minggu ke depan. Di samping itu, investor juga terus mengawasi setiap perkembangan dalam negosiasi perdagangan AS-Cina.

Pasar umumnya mengharapkan bank sentral untuk memotong suku bunga atau mempertahankan kebijakan yang akomodatif, dimulai dengan Bank Sentral Eropa (ECB) yang bertemu pada hari Kamis (25/7) diikuti oleh Bank Jepang dan Federal Reserve AS pada minggu depan.

"Serangkaian peristiwa bank sentral dalam beberapa minggu terakhir telah melambungkan ekspektasi moneter. Saat kebenaran sekarang sudah dekat karena bank sentral akan dipaksa untuk mengungkap niat kebijakan mereka," kata analis di JPMorgan Chase & dalam sebuah catatan, seperti dilansir Reuters, Senin (22/7).

Dolar menguat pada level yang tinggi pada hari Jumat (19/7), sekitar 107,73 yen, tetapi terjebak di tengah kisaran 107-109. Yang mana nilai telah bertahan dan diperdagangkan selama sebulan.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, hampir tidak berubah pada 97,147 setelah mendapatkan 0,35% minggu lalu. Euro datar di US$1,1217, setelah menurun 0,4% minggu lalu.

Selain itu, ketegangan yang terjadi di jalur perdagangan penting bagi minyak global yakni Selat Hormuz. Yang mana, terjadi penangkapan kapala tanker berbeda Inggris yang dilakukan oleh otoritas Iran.

Konfrontasi tersebut, menaikan harga minyak dan membuat dolar AS melemah pada perdagangan hari Jumat lalu. Padahal, Presiden Federal Reserve New York memprediksi keuangan dovish--kecondongan untuk menunda kenaikan suku bunga atau melakukan kebijakan moneter longgar.

"Posisi Fed membantu perusahaan USD. Meningkatnya ketegangan di Teluk Persia cenderung membebani sentimen risiko dalam waktu dekat," kata ahli strategi bank ANZ Sandeep Parekh dalam sebuah catatan pada Senin pagi.

Pidato Presiden Fed New York John Williams mengenai stimulus preemptive membuat pdolar jatuh. Tetapi ia mengklarifikasi bahwa pernyataannya bersifat akademis dan "bukan tentang tindakan kebijakan potensial" untuk menghancurkan harapan penurunan suku bunga ke 50 basis poin pada akhir bulan dan mengangkat mata uang lebih tinggi.

Ekspektasi untuk penurunan suku bunga setengah poin persentase pada pertemuan The Fed 30-31 Juli naik tipis pada hari Senin mencapai 14,5%, menurut alat FedWatch CME, turun dari setinggi 71% minggu lalu.

Pasar masih melihatnya sebagai suatu kepastian bahwa Fed akan memangkas suku bunga setidaknya seperempat poin persentase pada pertemuan tersebut.

Di Asia, fokus investor tetap pada China karena Beijing dan Washington untuk mengakhiri perang dagang yang berkepanjangan. Sebuah laporan pada akhir pekan oleh kantor berita resmi Cina Xinhua menyarankan beberapa perusahaan lokal berusaha untuk membeli produk pertanian AS, yang dilihat oleh beberapa orang sebagai tanda kemajuan.

Di tempat lain, investor menunggu untuk melihat apakah Boris Johnson akan memenangkan surat suara kepemimpinan Partai Konservatif Inggris. Pound bertahan di sekitar US$1,2507, bertahan di lereng yang licin sejak pertengahan Maret sebagian besar dipimpin oleh ketidakpastian politik di negara itu.