Home Kesehatan Kemenkes Pastikan RS Aman dari Peredaran Obat Palsu

Kemenkes Pastikan RS Aman dari Peredaran Obat Palsu

 

Jakarta, Gatra.com - Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan, Agusdini Banin memastikan peredaran obat palsu tidak sampai ke rumah sakit.

Sebelumnya, polisi meringkus AFAP (52), produsen sekaligus distributor obat palsu dengan omzet Rp400 juta per bulan. AFAP merupakan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), yakni PT JKI.

 

Dini mengatakan, rumah sakit lebih aman karena proses penyeleksian distributor obat sangat ketat. Ia menegaskan, distribusi obat AFAP tidak ada yang tembus ke rumah sakit.

 

"Kalau rumah sakit alhamdulillah justru lebih aman. Karena, ketika dia mau memesan ke distributor, distributor itu harus dilihat dulu kalau memang dia solo agennya obat tersebut. Mungkin dia mau (distribusi) ke apotek-apotek kecil, tapi kalau rumah sakit aman," kata Dini selepas konferensi peredaran obat palsu di gedung Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/7).

Dini menambahkan, sebenarnya apotek tetap aman dari peredaran obat palsu karena sama seperti rumah sakit. Ia menjelaskan, pihak apotek harus melakukan penyeleksian terhadap distributor obat. 

"Kalau apotek justru bisa aman karena dia melihat distributor yang jadi solo agen. Biasanya kalau dia palsuin, mungkin ada oknum [yang mendistribusikan]," tukasnya.

 

Sebelumnya, AFAP dicokok kepolisian di rumah produksi obat ilegalnya, Semarang, pada Senin, 8 Juli 2019 lalu. Dalam aksinya, AFAP dibantu enam orang karyawan yang kini masih menjadi saksi, sebab masih dalam proses penyelidikan.

 

 

Adapun obat yang dipalsukan adalah obat yang paling laris dikonsumsi oleh masyarakat. "Ini obat ekonomis dan demand-nya tinggi. Rata-rata obat [yang dipalsukan] antibiotik dan penyakit-penyakit darah tinggi dan penyakit dalam," terang Perwakilan Deputi Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Robby Nuzly di gedung Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/7).

 

Tersangka dikenakan pasal 196 juncto 197 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara tentang Kesehatan atau Pasal 8 ayat 1 huruf A dan D Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman penjara 5 tahun. 

 

 

501