Home Gaya Hidup Menyaksikan Aksi Manusia Sarung

Menyaksikan Aksi Manusia Sarung

Bantul, Gatra.com - Seniman Abdi Karya memanfaatkan sarung sebagai medium berkarya melalui pertunjukan seni dan karya instalasi. Ia hendak meneguhkan bahwa sarung mengiringi kehidupan manusia sejak lahir hingga mati.

Abdi menggelar pameran karya-karyanya itu di ‘Performing Craft: Life on Sarung’ di Galeri Lorong, Kasihan, Bantul, pada 24 Juli hingga 20 Agustus 2019. Sebagai pembuka, Rabu (24/7), ia menampilkan pertunjukan tunggal secara langsung di depan pengunjungdi halaman belakang galeri itu.

Setengah telanjang, seniman Sulawesi Selatan ini berbekal dua lusin sarung. Mula-mula, dari selembar sarung ia membentuk boneka sederhana. Ia kemudian seolah memerankan petualangan boneka itu ke dunia baru.

Baca Juga: Riri Riza dan 4 Seniman Garap Karya Spesial di Artjog 2019

Tumpukan sarung ia buntal lalu disandang di punggungnya. Dengan cekatan Abdi memanjat pohon setinggi lima meter. Di atas pohon, ia menguntai 7-8 sarung itu hingga menjuntai ke bawah dan menjadikannya tali seluncur.

Sampai di bawah lagi, aksi Abdi belum usai. Satu persatu sisa sarung dikenakannya. Mulai dipakai seperti jamaknya sarung untuk menutup pinggang ke bawah, sebagai ‘baju’ yang diselempangkan ke badan, di kepala ala sorban, dikerukupkan ala ninja, dibelenggukan di kedua kaki, sampai dijadikan mainan perahu-perahuan.

1
Pertunjukan dan karya seniman Abdi Karya dalam 'Performing Craft: Life on Sarung' di Galeri Lorong, Bantul. (GATRA/Arif Hernawan/ft)

Abdi pun tak ubahnya menjelma sebagai manusia sarung. Saat tiap menambah satu sarung di tubuhnya, Abdi bertanya ke penonton, ‘Ini bagus kan? Kalau ini, masih bagus?’ hingga tak terasa sekujur tubuhnya tertutup sarung.

Baca Juga: Timbul Raharjo dan Patung-patung yang Membuatnya Gembira

Di pertunjukan bertajuk ‘Isn’t it Beautiful?’ ini, Abdi menawarkan beragam pemakaian sarung yang memberi kesan indah dan gagah tapi bisa juga kesan kekerasan. Di seluruh karyanya di ajang ini, Abdi menggunakan sarung sebagai metafora kehidupan manusia, terutama dirinya, yang menyangkut dua hal: identitas dan perpindahan.

“Sarung menjadi benda yang paling dekat dengan saya. Sejak lahir, sarung bisa menjadi warisan dari orang tua, lalu menjadi mainan anak-anak hingga seserahan pengantin, dan digunakan saat orang meninggal. Sarung mengiringi tahap-tahap manusia,” tuturnya saat membuka pameran.

Ia bilang, saat perempuan Bugis ditabukan menyatakan cinta, ada ungkapan ‘aku ingin hidup satu sarung denganmu’. “Perempuan bisa menitipkan sarung tenunnya kepada laki-laki sebagai pernyataan cinta,” ujar Abdi.

Baca Juga: Imaji dan Teka-teki di Rumah Restu

Di pameran ini, Abdi memutar dua video pertunjukan dan pengembangan karya instalasinya. Satu seperti pertunjukan awalnya tersebut, video lain tentang penampilannya dalam ‘Using, Being Used’ di Jakarta Biennale:JIWA 2017 yang mengolah sarung-sarung selama 24 jam.

Abdi juga memamerkan pengembangan karyanya ‘I Thought We’re Born from the Same Womb’ yang pernah dipajang di Selasar Sunaryo, Bandung, 2018. Ia menggantung tiga timangan bayi dan tiga puluhan boneka yang semuanya diuntai dari sarung.

2
Pertunjukan dan karya seniman Abdi Karya dalam 'Performing Craft: Life on Sarung' di Galeri Lorong, Bantul. (GATRA/Arif Hernawan/ft)

“Karya ini berangkat dari kegelisahan saya tentang adanya segelintir orang yang mempertanyakan identitas dan keberagaman. Padahal katanya kita lahir dari rahim yang sama,” kata dia.

9076