Home Kesehatan Pentingnya Edukasi Masyarakat Terkait Obat Palsu

Pentingnya Edukasi Masyarakat Terkait Obat Palsu

Tangerang, Gatra.com - Edukasi pada masyarakat agar bisa mengetahui perbedaan dari obat palsu dan obat asli harus lebih digencarkan. Selain itu, masyarakat juga perlu membiasakan diri untuk melapor ke pihak yang berwajib apabila menemukan obat-obatan yang mencurigakan atau diragukan keasliannya.

Beberapa waktu lalu, terdapat kasus penangkapan praktik produksi dan distribusi pemalsuan obat di daerah Semarang. Obat-obatan palsu tersebut didistribusikan bersama dengan obat resmi ke-197 apotek di daerah Semarang. Hal ini tentunya merugikan masyarakat yang mengonsumsinya.

Dalam hasil disertasi program doktoralnya, Direktur dan Konsulat Senior Inke Maris & Associates (IM&A), Widyaretna Buenastuti Wihardijono menemukan bahwa kejahatan pemalsuan obat dapat dikategorikan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal ini karena pelaku kejahatan tersebut dianggap melanggar hak asasi manusia.

“Mengapa ada kata terhadap, karena kejahatan pemalsuan obat ini tidak memiliki serangan yang bersifat meluas dan juga sistematik. Para korban umumnya tidak sadar bahwa mereka mengonsumsi obat palsu. Sehingga meskipun masyarakat memiliki kecurigaan, mereka cenderung tidak melaporkan hal tersebut ke pihak yang berwajib,” katanya di Ballroom Gedung D, Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Sabtu (27/7).

Widyaretna menilai, agar kasus distribusi obat palsu ini tidak terulang, perlu adanya kontrol di masing-masing supply chain. Setiap pemimpin institusi harus memastikan obat-obatan yang ada di institusinya adalah obat asli. Kolaborasi dari para pemangku kepentingan juga diperlukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.

“Masyarakat Indonesia kebanyakan berpikir secara praktis. Jika mereka menemukan kecurigaan pada produk obat-obatan yang mereka beli, mereka hanya akan melaporkan kepada penjual dimana mereka membeli produknya tersebut. Padahal BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan kepolisian sudah menyediakan layanan untuk masyarakat melapor,” jelas Widyaretna lebih lanjut.

Kasus pemalsuan obat yang terjadi, harus disikapi dengan bijak supaya tidak mengkriminalisasi profesi lain. Sebab, dengan adanya kasus tersebut masyarakat cenderung berpikir bahwa hal itu dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di sektor kesehatan salah satunya dokter.

“Tidak boleh ada kriminalisasi terhadap profesi kedokteran dalam kasus tersebut. Peranan hukum diharapkan dapat mengubah perilaku para oknum pemalsu obat tersebut. Masyarakat biasanya akan mematuhi hukum jika mereka sudah memiliki pengalaman," ujarnya.

"Misalnya, jika seseorang pernah dihukum dan merasa jera dengan sanksi yang diberikan, maka dia akan mematuhi hukum kedepannya. Namun jika seseorang tersebut tidak merasakan efek jera, maka mereka cenderung akan terus melanggar,” papar Widyaretna.

193