Home Ekonomi UE Tekan Sawit Indonesia, GAPKI Sarankan Retaliasi

UE Tekan Sawit Indonesia, GAPKI Sarankan Retaliasi

Jakarta, Gatra.com - Uni Eropa (UE) berencana mengusulkan pengenaan bea masuk imbalan sementara pada produk biodiesel Indonesia yang direncanakan mulai berlaku September 2019. Seperti diketahui biodiesel Indonesia hampir sepenuhnya berbasis minyak kelapa sawit (CPO). Bila usulan itu disetujui UE merencanakan bea masuk berkisar antara 8 persen hingga 18 persen.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono berpendapat isu tersebut tidak dapat ditanggapi melalui isu keberlanjutan (sustainability) semata. Kebijakan yang sedang diterapkan UE tersebut menurutnya juga harus dilihat dari aspek geopolitik dan perdagangan.

Terhadap "pukulan" yang diberikan UE itu ia menyarankan agar pemerintah melakukan retaliasi (aksi pembalasan) dalam konteks perdagangan. "Indonesia sebenarnya bisa menaikkan tarif produk-produk pertanian sampai 40 persen sebenarnya dan itu tidak akan melanggar WTO," ujarnya dalam acara "Dialog Industri: Menciptakan Industri Sawit Berkelanjutan" di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (31/7).

Ia mengatakan produktivitas rata-rata kelapa sawit mengutip data Oil World 2015 sebesar 3,85 ton/ha jauh di atas biji rapa sebesar 0,69 ton/ha dan kedelai 0,45 ton/ha.

"Kalau bersikeras [minyak nabati] dipenuhi non sawit 45% lahan di Amerika Serikat (980 juta ha) harus ditanam kedelai dan 65% lahan di UE (440 juta ha) harus ditanam rapeseed [biji rapa]," katanya.

Mengacu hal tersebut Joko menyebut bahwa kelapa sawit memiliki keunggulan komparatif dan memerlukan lahan lebih sedikit dalam pengembangannya.

"Indonesia harus yes (setuju) ke sustainability dan ISPO, tapi tuntutan ini sudah kompleks dan tidak murni sehingga indonesia perlu terus memperbaiki cara-cara kampanye, promosi, lobi, dan lain-lain," ucapnya.

Joko menyayangkan beredarnya kampanye-kampanye negatif sawit dari dalam negeri seperti isu deforestasi. Pangkal masalah terjadinya tumpang tindih lahan sawit dengan kawasan hutan menurutnya berakar dari lemahnya regulasi.

"Masalah dalam negeri ini musti kita selesaikan. Jangan terlalu diekspos dan jadi borok kita, di luar negeri juga. Narasi kita harus kompak supaya sampai ke Eropa".

Menurutnya sentimen-sentimen negatif kelapa sawit dari dalam maupun luar negeri membuat harga komoditas andalan Indonesia itu anjlok di pasar global.

"Kalau kita menyelesaikan masalah hambatan sawit di global trade, ya kita harus berani menggunakan instrumen trade [perdagangan]. Kalo enggak ya kita kalah," tutupnya.

415